Propinsi Jawa Tengah terletak di Pulau Jawa dan beri
bukota di
Semarang. Terbagi menjadi 35 kabupaten dan kota. Jawa Tengah memiliki adat
istiadat dan budaya yang unik. Jawa Tengah dikenal sebagai “jantung” budaya
Jawa.

Gambar diatas diambil saat saya melakukan observasi secara
langsung di Taman Mini Indonesia Indah.
Rumah Joglo (Provinsi Jawa Tengah)
Rumah adat di Indonesia bermacam-macam bentuknya dan mempunyai nilai seni masing-masing. Karena rumah merupakan suatu yang sangat penting, selain sebagai tempat tinggal rumah berfungsi untuk melindungi dari tantangan alam dan lingkungannya. Kita juga dapat melakukan aktivitas penting didalamnya, tidak hanya diluar rumah saja.
Coba kita lihat salah satu dari rumah adat yang ada di Indonesia, yaitu rumah adat Jawa. Rumah Jawa ldbih dari sekedar tempat tinggal. Masyarakat Jawa lebih mengutamakan moral kemasyarakatan dan kebutuhan dalam mengatur warga semakin menyatu dalam satu kesatuan.
Contohnya saja kita lihat rumah adat dari Provinsi Jawa Tengah yaitu rumah joglo. Joglo merupakan rumah adat Jawa Tengah yang terbuat dari kayu. Rumah bentuk ini mempunyai nilai seni yg cukup tinggi dan hanya dimiliki orang yang mampu. Pada masa lampau masyarakat jawa yang mempunyai rumah joglo hanya kaum bangsawan seperti sang pangeran dan kaum orang yang terpandang, karena rumah ini butuh bahan bngunan yang lebih banyak dan mahal dari pada rumah bentuk lain. Di zaman yang semakin maju ini rumah joglo digunakan oleh segenap lapisan masyarakat dan juga untuk berbagai fungsi lain, seperti gedung pertemuan dan kantor-kantor.
Pada dasarnya, rumah bentuk joglo berdenah bujur sangkar. Pada mulanya bentuk ini mempunyai empat pokok tiang di tengah yang di sebut saka guru, dan digunakan blandar bersusun yang di sebut tumpangsari. Blandar tumpangsari ini bersusun ke atas, makin ke atas makin melebar. Jadi awalnya hanya berupa bagian tengah dari rumah bentuk joglo zaman sekarang. Perkembangan selanjutnya, diberikan tambahan-tambahan pada bagian-bagian samping, sehingga tiang di tambah menurut kebutuhan. Selain itu bentuk denah juga mengalami perubahan menurut penambahannya. Perubahan-perubahan tadi ada yang hanya bersifat sekedar tambahan biasa, tetapi ada juga yang bersifat perubahan konstruksi.
Sirkulasi keluar masuknya udara pada rumah joglo sangat baik karena penghawaan pada rumah joglo ini dirancang dengan menyesuaikan dengan lingkungan sekitar. rumah joglo, yang biasanya mempunyai bentuk atap yang bertingkat-tingkat, semakin ke tengah, jarak antara lantai dengan atap yang semakin tinggi dirancang bukan tanpa maksud, tetapi tiap-tiap ketinggian atap tersebut menjadi suatu hubungan tahap-tahap dalam pergerakan manusia menuju ke rumah joglo dengan udara yang dirasakan oleh manusia itu sendiri.
Ciri khas atap joglo, dapat dilihat dari bentuk atapnya yang merupakan perpaduan antara dua buah bidang atap segi tiga dengan dua buah bidang atap trapesium, yang masing-masing mempunyai sudut kemiringan yang berbeda dan tidak sama besar. Atap joglo selalu terletak di tengah-tengah dan selalu lebih tinggi serta diapit oleh atap serambi. Bentuk gabungan antara atap ini ada dua macam, yaitu: Atap Joglo Lambang Sari dan Atap Joglo Lambang Gantung. Atap Joglo Lambang Sari mempunyai ciri dimana gabungan atap Joglo dengan atap Serambi disambung secara menerus, sementara atap Lambang Gantung terdapat lubang angin dan cahaya.
Rumah adat joglo yang merupakan rumah peninggalan adat kuno dengan karya seninya yang bermutu memiliki nilai arsitektur tinggi sebagai wujud dan kebudayaan daerah yang sekaligus merupakan salah satu wujud seni bangunan atau gaya seni,bahan bangunanya pun terdiri dari bahan-bahan yang berkualitas dan cukup mahal harganya, bangunanya pun sangat kokoh dengan pondasi yang sangat kuat oleh karena itu rumah ini sangat istimewa bagi adat jawa dan sangat dijaga kelestariannya sampai saat ini. Oleh karena itu rumah joglo adalah salah satu rumah yang berpengaruh bagi kelestarian adat daerah yang ada di Indonesia meskipun adat-adat daerah lain banyak juga yang mempunyai rumah adat yang mempunyai seni tersendiri.
Gambar diatas diambil saat saya dan kelompok melakukan observasi secara langsung di Taman Mini Indonesia Indah.
Tari Gambyong (Provinsi Jawa Tengah)
Gambyong merupakan tarian khas Jawa Tengah yang biasanya ditampilkan untuk menyambut tamu.
Tarian ini merupakan sejenis tarian pergaulan di masyarakat. Ciri khas pertunjukan Tari Gambyong, sebelum dimulai selalu dibuka dengan gendhing Pangkur. Tariannya terlihat indah dan elok apabila si penari mampu menyelaraskan gerak dengan irama kendang. Sebab, kendang itu biasa disebut otot tarian dan pemandu gendhing.
Pada zaman Surakarta, instrumen pengiring tarian jalanan dilengkapi dengan bonang dan gong. Gamelan yang dipakai biasanya meliputi gender, penerus gender, kendang, kenong, kempul, dan gong. Semua instrumen itu dibawa ke mana-mana dengan cara dipikul.
Umum dikenal di kalangan penabuh instrumen Tari Gambyong, memainkan kendang bukanlah sesuatu yang mudah dan harus mempunyai jiwa seni yang tinggi yang dapat mengikuti irama sampai kedalam perasaan pengendang tersebut. Pengendang harus mampu jumbuh dengan keluwesan tarian serta mampu berpadu dengan irama gendhing. Maka tak heran, sering terjadi seorang penari Gambyong tidak bisa dipisahkan dengan pengendang yang selalu mengiringinya. Begitu juga sebaliknya, seorang pengendang yang telah tahu lagak-lagu si penari Gambyong akan mudah melakukan harmonisasi.
Batik-Tulis Pekalongan (Provinsi Jawa Tengah)
Pakaian adat Jawa Tengah adalah Batik.Kita akan mudah menemukan batik di Propinsi ini karena dua diantara wilayahnya merupakan sentra penghasil batik.Solo dan Pekalongan adalah daerah penghasil batik yang telah memberikan kontribusi positif untuk melestarikan budaya bangsa.
Batik adalah suatu hasil karya yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Di berbagai wilayah Indonesia banyak ditemui daerah-daerah perajin batik. Setiap daerah pembatikan mempunyai keunikan dan kekhasan tersendiri, baik dalam ragam hias maupun tata warnanya oleh karena itu kita harus menjaga kelestarianya. Dan salah satu daerah itu adalah Kabupaten Pekalongan. Batik di Pekalongan dapat dikategorikan sebagai batik pesisir yang mempunyai ciri khas pada motif kain hiasnya yang bersifat naturalis dan kaya warna. Ciri khas inilah yang memberikan identitas tersendiri bagi batik-tulis Pekalongan yang berbeda dengan batik lainnya, seperti batik-tulis Yogya atau Solo.
Lagu Daerah (Provinsi Jawa Tengah)
Lir Ilir – Provinsi Jawa Tengah
Lir ilir lir ilir tandure wong sumilir
Tak ijo royo royo
Tak sengguh panganten anyar
Cah angon cah angon penekna blimbing kuwi
Lunyu lunyu penekna kanggo mbasuh dodotira
Dodotira dodotira kumintir bedah ing pinggir
Dondomana jrumatana kanggo seba mengko sore
Mumpung padang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Sun suraka surak hiyo
Lir Ilir adalah lagu daerah Jawa Tengah, nada dasar naturel (C), birama 2/4 dengan tempo alegretto. Lagu ini menggunakan bahasa Jawa dan sering dinyanyikan dengan iringan musik gamelan.
Lir ilir, judul dari tembang di atas. Bukan sekedar tembang dolanan biasa, tapi tembang di atas mengandung makna yang sangat mendalam. Tembang karya Kanjeng Sunan ini memberikan hakikat kehidupan dalam bentuk syair yang indah.
Makanan Khas Semarang (Provinsi Jawa Tengah)
Bandeng presto adalah makanan khas Indonesia yang berasal dari daerah Semarang, Jawa Tengah. Makanan ini dibuat dari ikan bandeng yang dibumbui dengan bawang putih, kunyit dan garam. Ikan bandeng ini kemudian dimasak pada alas daun pisang dengan cara presto. Presto adalah cara memasak dengan uap air yang bertekanan tinggi. Karena ikan bandeng terkenal memiliki banyak duri, bandeng presto adalah makanan yang digemari karena dengan cara masak presto duri-duri ini menjadi sangat lunak. Sehingga dapat dinikmati dengan lebih mudah.
..Pesan yang saya sampaikan..
“Kita harus bangga sebagai warga Negara Indonesia yang kaya akan beraneka ragam budaya yang dimiliki dari setiap propinsi, yang didalamnya mencakup: adat istiadat, kesenian, makanan, wisata, peninggalan-peninggalan bersejarah, dll. Kita sebagai generasi muda yang bertanggung jawab atas kelestarianya harus menjaga agar kebudayaan tidak terancam punah dan tidak dicuri oleh negara lain”.
Rumah Joglo (Provinsi Jawa Tengah)
Rumah adat di Indonesia bermacam-macam bentuknya dan mempunyai nilai seni masing-masing. Karena rumah merupakan suatu yang sangat penting, selain sebagai tempat tinggal rumah berfungsi untuk melindungi dari tantangan alam dan lingkungannya. Kita juga dapat melakukan aktivitas penting didalamnya, tidak hanya diluar rumah saja.
Coba kita lihat salah satu dari rumah adat yang ada di Indonesia, yaitu rumah adat Jawa. Rumah Jawa ldbih dari sekedar tempat tinggal. Masyarakat Jawa lebih mengutamakan moral kemasyarakatan dan kebutuhan dalam mengatur warga semakin menyatu dalam satu kesatuan.
Contohnya saja kita lihat rumah adat dari Provinsi Jawa Tengah yaitu rumah joglo. Joglo merupakan rumah adat Jawa Tengah yang terbuat dari kayu. Rumah bentuk ini mempunyai nilai seni yg cukup tinggi dan hanya dimiliki orang yang mampu. Pada masa lampau masyarakat jawa yang mempunyai rumah joglo hanya kaum bangsawan seperti sang pangeran dan kaum orang yang terpandang, karena rumah ini butuh bahan bngunan yang lebih banyak dan mahal dari pada rumah bentuk lain. Di zaman yang semakin maju ini rumah joglo digunakan oleh segenap lapisan masyarakat dan juga untuk berbagai fungsi lain, seperti gedung pertemuan dan kantor-kantor.
Pada dasarnya, rumah bentuk joglo berdenah bujur sangkar. Pada mulanya bentuk ini mempunyai empat pokok tiang di tengah yang di sebut saka guru, dan digunakan blandar bersusun yang di sebut tumpangsari. Blandar tumpangsari ini bersusun ke atas, makin ke atas makin melebar. Jadi awalnya hanya berupa bagian tengah dari rumah bentuk joglo zaman sekarang. Perkembangan selanjutnya, diberikan tambahan-tambahan pada bagian-bagian samping, sehingga tiang di tambah menurut kebutuhan. Selain itu bentuk denah juga mengalami perubahan menurut penambahannya. Perubahan-perubahan tadi ada yang hanya bersifat sekedar tambahan biasa, tetapi ada juga yang bersifat perubahan konstruksi.
Sirkulasi keluar masuknya udara pada rumah joglo sangat baik karena penghawaan pada rumah joglo ini dirancang dengan menyesuaikan dengan lingkungan sekitar. rumah joglo, yang biasanya mempunyai bentuk atap yang bertingkat-tingkat, semakin ke tengah, jarak antara lantai dengan atap yang semakin tinggi dirancang bukan tanpa maksud, tetapi tiap-tiap ketinggian atap tersebut menjadi suatu hubungan tahap-tahap dalam pergerakan manusia menuju ke rumah joglo dengan udara yang dirasakan oleh manusia itu sendiri.
Ciri khas atap joglo, dapat dilihat dari bentuk atapnya yang merupakan perpaduan antara dua buah bidang atap segi tiga dengan dua buah bidang atap trapesium, yang masing-masing mempunyai sudut kemiringan yang berbeda dan tidak sama besar. Atap joglo selalu terletak di tengah-tengah dan selalu lebih tinggi serta diapit oleh atap serambi. Bentuk gabungan antara atap ini ada dua macam, yaitu: Atap Joglo Lambang Sari dan Atap Joglo Lambang Gantung. Atap Joglo Lambang Sari mempunyai ciri dimana gabungan atap Joglo dengan atap Serambi disambung secara menerus, sementara atap Lambang Gantung terdapat lubang angin dan cahaya.
Rumah adat joglo yang merupakan rumah peninggalan adat kuno dengan karya seninya yang bermutu memiliki nilai arsitektur tinggi sebagai wujud dan kebudayaan daerah yang sekaligus merupakan salah satu wujud seni bangunan atau gaya seni,bahan bangunanya pun terdiri dari bahan-bahan yang berkualitas dan cukup mahal harganya, bangunanya pun sangat kokoh dengan pondasi yang sangat kuat oleh karena itu rumah ini sangat istimewa bagi adat jawa dan sangat dijaga kelestariannya sampai saat ini. Oleh karena itu rumah joglo adalah salah satu rumah yang berpengaruh bagi kelestarian adat daerah yang ada di Indonesia meskipun adat-adat daerah lain banyak juga yang mempunyai rumah adat yang mempunyai seni tersendiri.
Gambar diatas diambil saat saya dan kelompok melakukan observasi secara langsung di Taman Mini Indonesia Indah.
Tari Gambyong (Provinsi Jawa Tengah)
Gambyong merupakan tarian khas Jawa Tengah yang biasanya ditampilkan untuk menyambut tamu.
Tarian ini merupakan sejenis tarian pergaulan di masyarakat. Ciri khas pertunjukan Tari Gambyong, sebelum dimulai selalu dibuka dengan gendhing Pangkur. Tariannya terlihat indah dan elok apabila si penari mampu menyelaraskan gerak dengan irama kendang. Sebab, kendang itu biasa disebut otot tarian dan pemandu gendhing.
Pada zaman Surakarta, instrumen pengiring tarian jalanan dilengkapi dengan bonang dan gong. Gamelan yang dipakai biasanya meliputi gender, penerus gender, kendang, kenong, kempul, dan gong. Semua instrumen itu dibawa ke mana-mana dengan cara dipikul.
Umum dikenal di kalangan penabuh instrumen Tari Gambyong, memainkan kendang bukanlah sesuatu yang mudah dan harus mempunyai jiwa seni yang tinggi yang dapat mengikuti irama sampai kedalam perasaan pengendang tersebut. Pengendang harus mampu jumbuh dengan keluwesan tarian serta mampu berpadu dengan irama gendhing. Maka tak heran, sering terjadi seorang penari Gambyong tidak bisa dipisahkan dengan pengendang yang selalu mengiringinya. Begitu juga sebaliknya, seorang pengendang yang telah tahu lagak-lagu si penari Gambyong akan mudah melakukan harmonisasi.
Batik-Tulis Pekalongan (Provinsi Jawa Tengah)
Pakaian adat Jawa Tengah adalah Batik.Kita akan mudah menemukan batik di Propinsi ini karena dua diantara wilayahnya merupakan sentra penghasil batik.Solo dan Pekalongan adalah daerah penghasil batik yang telah memberikan kontribusi positif untuk melestarikan budaya bangsa.
Batik adalah suatu hasil karya yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Di berbagai wilayah Indonesia banyak ditemui daerah-daerah perajin batik. Setiap daerah pembatikan mempunyai keunikan dan kekhasan tersendiri, baik dalam ragam hias maupun tata warnanya oleh karena itu kita harus menjaga kelestarianya. Dan salah satu daerah itu adalah Kabupaten Pekalongan. Batik di Pekalongan dapat dikategorikan sebagai batik pesisir yang mempunyai ciri khas pada motif kain hiasnya yang bersifat naturalis dan kaya warna. Ciri khas inilah yang memberikan identitas tersendiri bagi batik-tulis Pekalongan yang berbeda dengan batik lainnya, seperti batik-tulis Yogya atau Solo.
Lagu Daerah (Provinsi Jawa Tengah)
Lir Ilir – Provinsi Jawa Tengah
Lir ilir lir ilir tandure wong sumilir
Tak ijo royo royo
Tak sengguh panganten anyar
Cah angon cah angon penekna blimbing kuwi
Lunyu lunyu penekna kanggo mbasuh dodotira
Dodotira dodotira kumintir bedah ing pinggir
Dondomana jrumatana kanggo seba mengko sore
Mumpung padang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Sun suraka surak hiyo
Lir Ilir adalah lagu daerah Jawa Tengah, nada dasar naturel (C), birama 2/4 dengan tempo alegretto. Lagu ini menggunakan bahasa Jawa dan sering dinyanyikan dengan iringan musik gamelan.
Lir ilir, judul dari tembang di atas. Bukan sekedar tembang dolanan biasa, tapi tembang di atas mengandung makna yang sangat mendalam. Tembang karya Kanjeng Sunan ini memberikan hakikat kehidupan dalam bentuk syair yang indah.
Makanan Khas Semarang (Provinsi Jawa Tengah)
Bandeng presto adalah makanan khas Indonesia yang berasal dari daerah Semarang, Jawa Tengah. Makanan ini dibuat dari ikan bandeng yang dibumbui dengan bawang putih, kunyit dan garam. Ikan bandeng ini kemudian dimasak pada alas daun pisang dengan cara presto. Presto adalah cara memasak dengan uap air yang bertekanan tinggi. Karena ikan bandeng terkenal memiliki banyak duri, bandeng presto adalah makanan yang digemari karena dengan cara masak presto duri-duri ini menjadi sangat lunak. Sehingga dapat dinikmati dengan lebih mudah.
..Pesan yang saya sampaikan..
“Kita harus bangga sebagai warga Negara Indonesia yang kaya akan beraneka ragam budaya yang dimiliki dari setiap propinsi, yang didalamnya mencakup: adat istiadat, kesenian, makanan, wisata, peninggalan-peninggalan bersejarah, dll. Kita sebagai generasi muda yang bertanggung jawab atas kelestarianya harus menjaga agar kebudayaan tidak terancam punah dan tidak dicuri oleh negara lain”.
SOLO, KOTA KEBUDAYAAN JAWA
Surakarta atau lebih di kenal dengan Solo, merupakan salah satu Daerah
Tingkat II yang di Provinsi Jawa Tengah. Letak geografis solo sangat
strategis karena Solo berada di antara jalur Yogyakarta dan Semarang
dengan Surabaya dan Bali. Jadi, hampir setiap saat Kota Solo sangat
ramai dengan kendaraan, terutama dengan Bis antar kota maupun Provinsi.
Kota Solo di dirikan pada 16 februari 1745. Dalam perkembangannya, Kota Solo mengalami perkembangan di berbagai bidang, termasuk kebudayaan. Kebudayaan tumbuh sangat subur dan mengakar sangat kuat di Solo, di antaranya bahasa, religi, transportasi, seni, festival dan perayaan.
Bahasa yang digunakan masyarakat Kota Solo adalah bahasa Jawa Surakarta dengan dialek mataram. Bahasa Jawa ini juga dipakai di beberapa daerah, yakni Yogyakarta, Magelang bagian timur, Semarang, Pati, Madiun, dan sebagian Kediri. Tapi, bahasa Jawa yang digunakan di Solo, dikenal juga dengan ‘varian Surakarta’, lebih halus di bandingkan daerah-daerah lain karena penggunaan kata-kata krama yang lebih meluas hingga percakapan sehari-hari. Bahasa Jawa varian Surakarta di jGadikan sebagai standar bahasa Jawa nasional dan internasional ( Suriname ).
Kota Solo di dirikan pada 16 februari 1745. Dalam perkembangannya, Kota Solo mengalami perkembangan di berbagai bidang, termasuk kebudayaan. Kebudayaan tumbuh sangat subur dan mengakar sangat kuat di Solo, di antaranya bahasa, religi, transportasi, seni, festival dan perayaan.
Bahasa yang digunakan masyarakat Kota Solo adalah bahasa Jawa Surakarta dengan dialek mataram. Bahasa Jawa ini juga dipakai di beberapa daerah, yakni Yogyakarta, Magelang bagian timur, Semarang, Pati, Madiun, dan sebagian Kediri. Tapi, bahasa Jawa yang digunakan di Solo, dikenal juga dengan ‘varian Surakarta’, lebih halus di bandingkan daerah-daerah lain karena penggunaan kata-kata krama yang lebih meluas hingga percakapan sehari-hari. Bahasa Jawa varian Surakarta di jGadikan sebagai standar bahasa Jawa nasional dan internasional ( Suriname ).
Dari sisi religi, Kota Solo juga
terdapat bangunan ibdah bersejarah yang beragam. Antara lain Masjid
Agung Surakarta, Masjid Mangkunegaran,Gereja Katolik Santo Antonius
Surakarta , hingga tempat ibadah Tri Dharma Tien Kok Sie, Vihara Am Po
Kian, dan Sahasra Adhi Pura. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Solo
memilki keragaman dalam hal keyakinan (agama) serta mampu hidup
berdampingan dengan saling menghormati dan harmoni.
Posisi kota Solo terlatak di antara
jalur selatan Jawa dan Semarang dan di tambah dengan banyaknya tempat
wisata, memungkinkan kota Solo menjadi tempat transit dan tempat
kunjungan masyarakat di luar Solo. Untuk urusan transportasi, antar
wilayah maupun dalam kota, kota Solo memiliki fasilitas yang menunjang
hal tersebut.
Untuk transportasi dalam kota, terdapat becak, taksi, mini bus, angkot, dan angkutan umum massal Batik Solo Trans. Untuk yang antar wiliyah, terdapat angkutan darat dan udara. Angkutan darat meliputi bus dan kereta api. Di Solo terdapat tiga terminal yang dikelola oleh pemerintah. Namun, yang menjadi penghubung angkutan bus dari Jawa Timur (Surabaya, Banyuwangi, dll) dan Jawa Barat (Bandung) hanya satu, yaitu terminal tirtonadi. Sedangkan, untuk stasiun kereta api di kota Solo ada 4, yaitu stasiun Solobalapan, Solo Jebres, Purwosari, dan Solo-Kota.
Sedangkan, melalui angkutan udara yakni peswat terbang. Kota Solo memiliki bandara udara bertaraf internasional, bandara Adisumarmo, terletak 14 km sebelah utara kota Solo. Secara administratif bandar udara Adisumarmo terletak di luar kota Solo, tepatnya di perbatasan kabupaten Karanganyar dan Boyolali.
Kota Solo juga memilki acara festival tahunan dan perayaan tradisional kerakyatan yang setiap setahun sekali, serta kesenian tradisional. Maka dari itu, kota Solo memliki banyak tempat wisata yang menampilkan kebudayaan lokal, seperti Taman Budaya Surakarta dan masih banyak lagi.
Kesenian tradisional lokal kota Solo adalah tari Bedhaya dan tari Srimpi. Tari tradisional ini masih dilestarikan di keraton Solo. Tarian seperti bedhaya hanya sekali dalam setahun untuk menghormati Sri Susuhunan Pakoe Boewono sebagai pemimpin Kota Surakarta.
Selain tarian tradisional, Solo juga memilki alat musik tradisional yaitu Gamelan. Gamelan digunakan untuk mengiringi suatu pertunjukan sendratari, tembang jawa, pertujukan wayang orang / kulit, dan upacara adat lainnya termasuk dalam pernikahan. Gamelan dibuat dari besi, kuningan atau perunggu. Bahan gamelan yang berasal dari perunggulah yang paling baik kualitasnya dalam menghasilkan laras / nada gending.
Selain kesenian tradisional, masyarakat kota Solo sering juga mengadakan festival dan perayaan yang hampir di laksanakan tiap tahun sekali. Pelaksanaannya berdasarkan penanggalan tahun jawa. Perayaan-perayaan tersebut adalah :

Kirab Pusaka 1 Suro, yaitu acara yang ditujukan untuk merayakan tahun baru 1 suro. Rute yang ditempuh kurang lebih sejauh 3 km, yaitu Keraton – Alun-alun Utara – Gladak – Jl. Mayor Kusmanto – Jl. Kapten Mulyadi – Jl. Veteran – Jl. Yos Sudarso – Jl. Slamet Riyadi – Gladak kemudian kembali ke Keraton lagi. Pusaka- pusaka yang memiliki daya magis tersebut dibawa oleh para abdi dalem yang berbusana Jawi Jangkep. Kirap yang berada di depan adalah sekelompok Kebo Bule bernama Kyai Slamet sedangkan barisan para pembawa pusaka berada di belakangnya. Acara ini di selenggarakan oleh Keraton Surakarta dan Puro Mangkunegaran yang dilaksanakan pada malam hari menjelang tanggal 1 suro.
Sekaten, yaitu perayaan yang dilaksanakan setiap bulan mulud untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pada tanggal 12 Mulud diselenggarakan Grebeg Mulud. Kemudian diadakan pesta rakyat selama dua minggu. selama dua minggu ini pesta rakyat diadakan di Alun-alun utara. Pesta rakyat menyajikan pasar malam, arena permainan anak dan pertunjukan-pertunjukan seni dan akrobat. Pada hari terakhir Sekaten, diadakan kembali acara Grebeg di Alun-alun Utara.
Gerebeg Sudiro, yaitu perayaan yang diadakan untuk memperingati Tahun Baru Imlek dengan perpaduan budaya Tionghoa-Jawa. Festival yang dimulai sejak 2007 ini biasa dipusatkan di daerah Pasar Gedhe dan Balong (di kelurahan Sudiroprajan) dan Balai Kota Solo.
Solo Batik Carnival adalah sebuah festival tahunan yang diadakan oleh pemerintah Kota Surakarta dengan menggunakan batik sebagai bahan utama pembuatan kostum. Para peserta karnaval akan membuat kostum karnaval dengan tema-tema yang di tentukan. Para peserta akan mengenakan kostumnya sendiri dan berjalan di atas catwalk yang berada di jalan Slamet Riyadi. Karnaval ini diadakan setiap tahun pada bulan Juni sejak tahun 2008
Dan masih banyak lagi perayaan-perayaan lagi, di antaranya Grebeg Mulud, Grebeg Pasa, Grebeg Besar, syawalan, dan Tinggalan Dalem Jumenengan.
Masih ada satu hal lagi yang terkenal dari kota Solo, yaitu batik. Batik adalah kain dengan corak tertentu yang dihasilkan dari bahan malam (wax) yang dituliskan di kain tersebut, meskipun kini sudah banyak kain batik yang dibuat dengan proses cetak. Solo memiliki banyak corak batik khas, seperti Sidomukti dan Sidoluruh. Beberapa usaha batik terkenal adalah Batik Keris, Batik Danarhadi, dan Batik Semar. Sementara untuk kalangan menengah dapat mengunjungi pusat perdagangan batik di kota ini berada di Pasar Klewer, Pasar Grosir Solo (PGS), Beteng Trade Center (BTC), atau Ria Batik. Selain itu di kecamatan Laweyan juga terdapat Kampung Batik Laweyan yang terkenal memproduksi batik berkualitas tinggi. Kampun batik lainnya yang terkenal untuk para turis adalah Kampung Batik Kauman.
Dari semua hal yang tersebut, semakin menguatkan bahwa kota Surakarta, atau lebih dikenal dengan Solo, merupakan kota pusat kebudayaan Jawa. Hal ini di kuatkan dengan kondisi masyarakat Solo yang masih banyak berpegang pada nilai-nilai tradisonal, meskipun perkembangan teknologi juga pesat. Ini membuktikan bahwa kebudayaan Jawa telah mengakar dengan kehidupan masyarakat Solo.Kota Solo juga sering di jadikan tempat untuk study banding dari kalangan mahasiswa, khususnya jurusan Sastra Jawa.
Harapannya, kedepan budaya yang telah mengakar kuat ini terus mengalami perkembangan sesuai dengan kemajuan zaman. Dan, tidak pernah pudar oleh waktu. Sudah banyak budaya daerah tradisional di daerah lain yang mengalami kepunahan. Maka, kita sebagai pemuda, harus bisa menjaga nilai-nilai historis yang terkandung dalam kebudayaan Jawa. Serta mempelajari dan mendalaminya, agar kebudayaan ini akan tetap ada di zaman yang akan datang.
sumber : http://belajarbareng.blog.uns.ac.id/2011/05/14/solo-kota-kebudayaan-jawa/
Untuk transportasi dalam kota, terdapat becak, taksi, mini bus, angkot, dan angkutan umum massal Batik Solo Trans. Untuk yang antar wiliyah, terdapat angkutan darat dan udara. Angkutan darat meliputi bus dan kereta api. Di Solo terdapat tiga terminal yang dikelola oleh pemerintah. Namun, yang menjadi penghubung angkutan bus dari Jawa Timur (Surabaya, Banyuwangi, dll) dan Jawa Barat (Bandung) hanya satu, yaitu terminal tirtonadi. Sedangkan, untuk stasiun kereta api di kota Solo ada 4, yaitu stasiun Solobalapan, Solo Jebres, Purwosari, dan Solo-Kota.
Sedangkan, melalui angkutan udara yakni peswat terbang. Kota Solo memiliki bandara udara bertaraf internasional, bandara Adisumarmo, terletak 14 km sebelah utara kota Solo. Secara administratif bandar udara Adisumarmo terletak di luar kota Solo, tepatnya di perbatasan kabupaten Karanganyar dan Boyolali.
Kota Solo juga memilki acara festival tahunan dan perayaan tradisional kerakyatan yang setiap setahun sekali, serta kesenian tradisional. Maka dari itu, kota Solo memliki banyak tempat wisata yang menampilkan kebudayaan lokal, seperti Taman Budaya Surakarta dan masih banyak lagi.
Kesenian tradisional lokal kota Solo adalah tari Bedhaya dan tari Srimpi. Tari tradisional ini masih dilestarikan di keraton Solo. Tarian seperti bedhaya hanya sekali dalam setahun untuk menghormati Sri Susuhunan Pakoe Boewono sebagai pemimpin Kota Surakarta.
Selain tarian tradisional, Solo juga memilki alat musik tradisional yaitu Gamelan. Gamelan digunakan untuk mengiringi suatu pertunjukan sendratari, tembang jawa, pertujukan wayang orang / kulit, dan upacara adat lainnya termasuk dalam pernikahan. Gamelan dibuat dari besi, kuningan atau perunggu. Bahan gamelan yang berasal dari perunggulah yang paling baik kualitasnya dalam menghasilkan laras / nada gending.
Selain kesenian tradisional, masyarakat kota Solo sering juga mengadakan festival dan perayaan yang hampir di laksanakan tiap tahun sekali. Pelaksanaannya berdasarkan penanggalan tahun jawa. Perayaan-perayaan tersebut adalah :

Kirab Pusaka 1 Suro, yaitu acara yang ditujukan untuk merayakan tahun baru 1 suro. Rute yang ditempuh kurang lebih sejauh 3 km, yaitu Keraton – Alun-alun Utara – Gladak – Jl. Mayor Kusmanto – Jl. Kapten Mulyadi – Jl. Veteran – Jl. Yos Sudarso – Jl. Slamet Riyadi – Gladak kemudian kembali ke Keraton lagi. Pusaka- pusaka yang memiliki daya magis tersebut dibawa oleh para abdi dalem yang berbusana Jawi Jangkep. Kirap yang berada di depan adalah sekelompok Kebo Bule bernama Kyai Slamet sedangkan barisan para pembawa pusaka berada di belakangnya. Acara ini di selenggarakan oleh Keraton Surakarta dan Puro Mangkunegaran yang dilaksanakan pada malam hari menjelang tanggal 1 suro.
Sekaten, yaitu perayaan yang dilaksanakan setiap bulan mulud untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pada tanggal 12 Mulud diselenggarakan Grebeg Mulud. Kemudian diadakan pesta rakyat selama dua minggu. selama dua minggu ini pesta rakyat diadakan di Alun-alun utara. Pesta rakyat menyajikan pasar malam, arena permainan anak dan pertunjukan-pertunjukan seni dan akrobat. Pada hari terakhir Sekaten, diadakan kembali acara Grebeg di Alun-alun Utara.
Gerebeg Sudiro, yaitu perayaan yang diadakan untuk memperingati Tahun Baru Imlek dengan perpaduan budaya Tionghoa-Jawa. Festival yang dimulai sejak 2007 ini biasa dipusatkan di daerah Pasar Gedhe dan Balong (di kelurahan Sudiroprajan) dan Balai Kota Solo.
Solo Batik Carnival adalah sebuah festival tahunan yang diadakan oleh pemerintah Kota Surakarta dengan menggunakan batik sebagai bahan utama pembuatan kostum. Para peserta karnaval akan membuat kostum karnaval dengan tema-tema yang di tentukan. Para peserta akan mengenakan kostumnya sendiri dan berjalan di atas catwalk yang berada di jalan Slamet Riyadi. Karnaval ini diadakan setiap tahun pada bulan Juni sejak tahun 2008
Dan masih banyak lagi perayaan-perayaan lagi, di antaranya Grebeg Mulud, Grebeg Pasa, Grebeg Besar, syawalan, dan Tinggalan Dalem Jumenengan.
Masih ada satu hal lagi yang terkenal dari kota Solo, yaitu batik. Batik adalah kain dengan corak tertentu yang dihasilkan dari bahan malam (wax) yang dituliskan di kain tersebut, meskipun kini sudah banyak kain batik yang dibuat dengan proses cetak. Solo memiliki banyak corak batik khas, seperti Sidomukti dan Sidoluruh. Beberapa usaha batik terkenal adalah Batik Keris, Batik Danarhadi, dan Batik Semar. Sementara untuk kalangan menengah dapat mengunjungi pusat perdagangan batik di kota ini berada di Pasar Klewer, Pasar Grosir Solo (PGS), Beteng Trade Center (BTC), atau Ria Batik. Selain itu di kecamatan Laweyan juga terdapat Kampung Batik Laweyan yang terkenal memproduksi batik berkualitas tinggi. Kampun batik lainnya yang terkenal untuk para turis adalah Kampung Batik Kauman.
Dari semua hal yang tersebut, semakin menguatkan bahwa kota Surakarta, atau lebih dikenal dengan Solo, merupakan kota pusat kebudayaan Jawa. Hal ini di kuatkan dengan kondisi masyarakat Solo yang masih banyak berpegang pada nilai-nilai tradisonal, meskipun perkembangan teknologi juga pesat. Ini membuktikan bahwa kebudayaan Jawa telah mengakar dengan kehidupan masyarakat Solo.Kota Solo juga sering di jadikan tempat untuk study banding dari kalangan mahasiswa, khususnya jurusan Sastra Jawa.
Harapannya, kedepan budaya yang telah mengakar kuat ini terus mengalami perkembangan sesuai dengan kemajuan zaman. Dan, tidak pernah pudar oleh waktu. Sudah banyak budaya daerah tradisional di daerah lain yang mengalami kepunahan. Maka, kita sebagai pemuda, harus bisa menjaga nilai-nilai historis yang terkandung dalam kebudayaan Jawa. Serta mempelajari dan mendalaminya, agar kebudayaan ini akan tetap ada di zaman yang akan datang.
sumber : http://belajarbareng.blog.uns.ac.id/2011/05/14/solo-kota-kebudayaan-jawa/
Kebudayaan Sunda
Budaya Sunda adalah budaya yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat Sunda.
Budaya Sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjunjung tinggi sopan
santun. Pada umumnya karakter masyarakat Sunda adalah periang,
ramah-tamah (someah), murah senyum, lemah-lembut, dan sangat menghormati orangtua. Itulah cermin budaya masyarakat Sunda. Di dalam bahasa Sunda diajarkan bagaimana menggunakan bahasa halus untuk berbicara dengan orang yang lebih tua.
Etos budaya
Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan tertua di Nusantara. Kebudayaan Sunda yang ideal kemudian sering kali dikaitkan sebagai kebudayaan masa Kerajaan Sunda. Ada beberapa ajaran dalam budaya Sunda tentang jalan menuju keutamaan hidup. Etos dan watak Sunda itu adalah cageur, bageur, singer dan pinter,
yang dapat diartikan "sembuh" (waras), baik, sehat (kuat), dan cerdas.
Kebudayaan Sunda juga merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi
sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia yang dalam perkembangannya perlu
di lestarikan. Sistem kepercayaan spiritual tradisional Sunda adalah Sunda Wiwitan yang mengajarkan keselarasan hidup dengan alam. Kini, hampir sebagian besar masyarakat Sunda beragama Islam,
namun ada beberapa yang tidak beragama Islam, walaupun berbeda namun
pada dasarnya seluruh kehidupan di tujukan untuk kebaikan di alam
semesta.
Nilai-nilai budaya
Kebudayaan Sunda memiliki ciri
khas tertentu yang membedakannya dari kebudayaan–kebudayaan lain. Secara
umum masyarakat Jawa Barat atau Tatar Sunda, dikenal sebagai masyarakat
yang lembut, religius, dan sangat spiritual. Kecenderungan ini tampak
sebagaimana dalam pameo silih asih, silih asah dan silih asuh;
saling mengasihi (mengutamakan sifat welas asih), saling menyempurnakan
atau memperbaiki diri (melalui pendidikan dan berbagi ilmu), dan saling
melindungi (saling menjaga keselamatan). Selain itu Sunda juga memiliki
sejumlah nilai-nilai lain seperti kesopanan, rendah hati terhadap
sesama, hormat kepada yang lebih tua, dan menyayangi kepada yang lebih
kecil. Pada kebudayaan Sunda keseimbangan magis di pertahankan dengan
cara melakukan upacara-upacara adat sedangkan keseimbangan sosial
masyarakat Sunda melakukan gotong-royong untuk mempertahankannya.
Kesenian
Budaya Sunda memiliki banyak
kesenian, diantaranya adalah kesenian sisingaan, tarian khas Sunda,
wayang golek, permainan anak-anak, dan alat musik serta kesenian musik
tradisional Sunda yang bisanya dimainkan pada pagelaran kesenian.
Sisingaan adalah kesenian khas sunda yang menampilkan 2–4 boneka singa yang diusung oleh para pemainnya sambil menari. Sisingaan sering digunakan dalam acara tertentu, seperti pada acara khitanan.
Wayang golek adalah boneka kayu yang dimainkan berdasarkan karakter tertentu dalam suatu cerita perwayangan. Wayang dimainkan oleh seorang dalang yang menguasai berbagai karakter maupun suara tokoh yang di mainkan.
Jaipongan adalah pengembangan dan akar dari tarian klasik .
Tarian Ketuk Tilu , sesuai dengan namanya Tarian ketuk tilu berasal dari nama sebuah instrumen atau alat musik tradisional yang disebut ketuk sejumlah 3 buah.
Alat musik khas sunda yaitu, angklung , rampak kendang, suling,kecapi,goong,calung.Angklung adalah instrumen musik yang terbuat dari bambu , yang unik , enak didengar angklung juga sudah menjadi salah satu warisan kebudayaan Indonesia.
Rampak kendang adalah beberapa kendang (instrumen musik tradisional sunda) yang di mainkan bersama– sama secara serentak.
sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Sunda
Sisingaan adalah kesenian khas sunda yang menampilkan 2–4 boneka singa yang diusung oleh para pemainnya sambil menari. Sisingaan sering digunakan dalam acara tertentu, seperti pada acara khitanan.
Wayang golek adalah boneka kayu yang dimainkan berdasarkan karakter tertentu dalam suatu cerita perwayangan. Wayang dimainkan oleh seorang dalang yang menguasai berbagai karakter maupun suara tokoh yang di mainkan.
Jaipongan adalah pengembangan dan akar dari tarian klasik .
Tarian Ketuk Tilu , sesuai dengan namanya Tarian ketuk tilu berasal dari nama sebuah instrumen atau alat musik tradisional yang disebut ketuk sejumlah 3 buah.
Alat musik khas sunda yaitu, angklung , rampak kendang, suling,kecapi,goong,calung.Angklung adalah instrumen musik yang terbuat dari bambu , yang unik , enak didengar angklung juga sudah menjadi salah satu warisan kebudayaan Indonesia.
Rampak kendang adalah beberapa kendang (instrumen musik tradisional sunda) yang di mainkan bersama– sama secara serentak.
sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Sunda
Pengertian budaya
Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" d Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina. Citra budaya yang brsifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
1. Asal usul kata yogyakarta
Kata ngayogya dari kata dasar yogya yang artinya pantas, baik. Ngayogya artinya menuju cita cita yang baik dan kata artinya aman, sejahtera. Ngayogyakarta artinya mencapai kesejahteraan ( bagi negeri dan rakyatnya). Nama tersebut bukan di ciptakan oleh pendiri keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yakni Pangeran Mangkubumi ( Sulatn Hamengkubuwono I), tetapi di cita- citakan kurang lebih 37 tahun sebelumnya, yakni Paku Buwana I ( Pangeran Puger, adik Amangkurat I), raja ke 2 keraton Kartasura.
2. Aspek sistem agama
Secara kasat mata kita beranggapan bahwa agama tentu saja berbeda dengan budaya. Namun apabila kita pahami lebih dalam maka akan ditemukan beberapa hal yang menyebabkan keduanya sangat berhubungan. Misalnya, keduanya baik agama maupun budaya adalah sistem nilai dan sistem simbol dan keduanya mudah sekali terancam setiap kali ada perubahan dalam tatanan masyarakat.
Durkheim, "agama adalah suatu sistem kepercayaan dan praktek yang telah dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang suci berupa kepercayaan dan prakte-praktek yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang tunggal."
Dari pengertian tersebut terkandung dua unsur penting, yakni “sifat suci” dan “praktek-praktek ritual” dari agama. Dalam hal ini Durkheim telah menempatkan agama sebagai suatu alat penghubung dengan masyarakat. Dan apabila telah disinggung mengenai masyarakat, maka tentu saja ada kata budaya dibalik itu. Berikut ini adalah pengertian kebudayaan,
Koentjaraningrat (1980), "merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar." Sehingga tidak diragukan lagi bahwa agama sangat berhubungan dengan budaya.
Bagaimanakah implementasi dari hubungan antara agama dan budaya? Dapat kita lihat dikota Yogyakarta. Sebagai kota pelajar sekaligus kota budaya tentu saja banyak hal yang terekam disini. Berbagai latar belakang masyarakat berkumpul di Yogyakarta. Baik dari segi agama dan kebudayaan tentu saja sangat beragam. Dapat kita lihat beberapa tempat ibadah dari berbagai agama ada dikota ini. Baik Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, maupun keyakinan lainnya dapat hidup berdampingan. Dapat kita lihat pula bagaimana akulturasi agama dan budaya tercermin dari salah satu situs budayanya, yaitu di Candi Prambanan. Sebagai sebuah candi Hindu ternyata Candi Prambanan dapat berdiri bersama Candi Sewu yang merupakan candi dengan identitas Agama Budha. Hal ini semakin menekankan bahwa solidaritas antar agama dan budaya telah ada sejak zaman kerajaan berlangsung.
Selain itu di Yogyakarta juga terdapat komunitas-komunitas daerah dengan membawa adat dan budaya masing-masing, misalnya komunitas Propinsi Lampung, Propinsi Papua, dan sebagainya. Namun sampai saat ini hampir belum pernah ditemukan adanya perselisihan dengan alasan apapun. Hal ini dikarenakan masyarakat Yogyakarta telah tumbuh dan berkembang sebagai masyarakat yang sangat terbuka dengan perbedaan apapun. Mereka dapat menerima perbedaan tersebut sebagai bentuk kekayaan nusantara yang wajib dijaga kelestariannya.
Pada kenyataannya agama tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Karena agama dapat tersampaikan pada manusia atas dasar kebudayaan. Di Yogyakarta dapat kita lihat bagaimana budaya lokalnya sangat dipengaruhi oleh beberapa unsur agama. Upacara sekaten misalnya, merupakan upacara untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Selain itu juga kita kenal adanya upacara labuhan yang merupakan wujud penghormatan kepada dewa laut yang dibarengi juga dengan mitos masyarakat sekitar laut selatan. Dari kedua contoh tersebut jelas tergambar bahwa agama merupakan bagian dari kebudayaan. Sekaten dengan ritual keislamannya dan labuhan dengan ritual animisme dan dinamismenya. Namun yang harus digarisbawahi dari hal tersebut adalah bahwa upacara-upacara tersebut tidak hanya mengikutsertakan umat agama yang bersangkutan melainkan juga dilaksanakan oleh umat lainnya. Sebab upacara tersebut telah menjadi milik masyarakat Yogyakarta termasuk para pendatang dari luar kota yang telah bermukim di Yogyakarta. Kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai salah satu kebudayaan yang selalu dilestarikan. Disinilah letak keindahan Yogyakarta, ditengah keberagaman yang ada ternyata tetap dapat menjaga kesatuan dan membina hubungan yang aman dan damai.
Pada prinsipnya, agama tidak dapat merubah suatu budaya setempat. Namun agama dapat menjadi salah satu unsur dari budaya yang berlangsung. Sikap fanatik dan individualitas pada agama tertentu tidak dibutuhkan untuk menciptakan masyarakat yang sadar akan budaya. Agama harus bisa menyesuaikan diri atas kebudayaan yang telah hadir sebelumnya, sebab agama dan budaya adalah dua hal yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi (Kuntowijoyo:1991). Agama harus bisa menerima perkembangan kebudayaan yang pasti akan terjadi, sebab kebudayaan tidak bersifat statis. Namun agama bisa menjadi filter akan kebudayaan yang berkembang agar tidak terlampau jauh mengikuti budaya asing yang sangat mungkin dapat merusak kebudayaan kita. Peran serta pemerintah, para tokoh agama, para ketua adat sangat berpengaruh demi terciptanya keharmonisan ditengah masyarakat yang beragam ini. Sehingga Bhineka Tunggal Ika tetap menjadi pedoman hidup kita sebagai warga negara Indonesia.
3. Aspek bahasa
Dalam berkomunikasi, bahasa pengantar sehari-hari umumnya masyarakat Yogyakarta menggunakan bahasa Jawa. Propinsi Yogyakarta merupakan salah satu pusat bahasa dari sastra Jawa seperti bahasa parama sastra, ragam sastra, bausastra, dialek, sengkala serta lisan dalam bentuk dongeng, japamantra, pawukon, dan aksara Jawa.
4. Aspek Seni
Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" d Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina. Citra budaya yang brsifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
1. Asal usul kata yogyakarta
Kata ngayogya dari kata dasar yogya yang artinya pantas, baik. Ngayogya artinya menuju cita cita yang baik dan kata artinya aman, sejahtera. Ngayogyakarta artinya mencapai kesejahteraan ( bagi negeri dan rakyatnya). Nama tersebut bukan di ciptakan oleh pendiri keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yakni Pangeran Mangkubumi ( Sulatn Hamengkubuwono I), tetapi di cita- citakan kurang lebih 37 tahun sebelumnya, yakni Paku Buwana I ( Pangeran Puger, adik Amangkurat I), raja ke 2 keraton Kartasura.
2. Aspek sistem agama
Secara kasat mata kita beranggapan bahwa agama tentu saja berbeda dengan budaya. Namun apabila kita pahami lebih dalam maka akan ditemukan beberapa hal yang menyebabkan keduanya sangat berhubungan. Misalnya, keduanya baik agama maupun budaya adalah sistem nilai dan sistem simbol dan keduanya mudah sekali terancam setiap kali ada perubahan dalam tatanan masyarakat.
Durkheim, "agama adalah suatu sistem kepercayaan dan praktek yang telah dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang suci berupa kepercayaan dan prakte-praktek yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang tunggal."
Dari pengertian tersebut terkandung dua unsur penting, yakni “sifat suci” dan “praktek-praktek ritual” dari agama. Dalam hal ini Durkheim telah menempatkan agama sebagai suatu alat penghubung dengan masyarakat. Dan apabila telah disinggung mengenai masyarakat, maka tentu saja ada kata budaya dibalik itu. Berikut ini adalah pengertian kebudayaan,
Koentjaraningrat (1980), "merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar." Sehingga tidak diragukan lagi bahwa agama sangat berhubungan dengan budaya.
Bagaimanakah implementasi dari hubungan antara agama dan budaya? Dapat kita lihat dikota Yogyakarta. Sebagai kota pelajar sekaligus kota budaya tentu saja banyak hal yang terekam disini. Berbagai latar belakang masyarakat berkumpul di Yogyakarta. Baik dari segi agama dan kebudayaan tentu saja sangat beragam. Dapat kita lihat beberapa tempat ibadah dari berbagai agama ada dikota ini. Baik Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, maupun keyakinan lainnya dapat hidup berdampingan. Dapat kita lihat pula bagaimana akulturasi agama dan budaya tercermin dari salah satu situs budayanya, yaitu di Candi Prambanan. Sebagai sebuah candi Hindu ternyata Candi Prambanan dapat berdiri bersama Candi Sewu yang merupakan candi dengan identitas Agama Budha. Hal ini semakin menekankan bahwa solidaritas antar agama dan budaya telah ada sejak zaman kerajaan berlangsung.
Selain itu di Yogyakarta juga terdapat komunitas-komunitas daerah dengan membawa adat dan budaya masing-masing, misalnya komunitas Propinsi Lampung, Propinsi Papua, dan sebagainya. Namun sampai saat ini hampir belum pernah ditemukan adanya perselisihan dengan alasan apapun. Hal ini dikarenakan masyarakat Yogyakarta telah tumbuh dan berkembang sebagai masyarakat yang sangat terbuka dengan perbedaan apapun. Mereka dapat menerima perbedaan tersebut sebagai bentuk kekayaan nusantara yang wajib dijaga kelestariannya.
Pada kenyataannya agama tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Karena agama dapat tersampaikan pada manusia atas dasar kebudayaan. Di Yogyakarta dapat kita lihat bagaimana budaya lokalnya sangat dipengaruhi oleh beberapa unsur agama. Upacara sekaten misalnya, merupakan upacara untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Selain itu juga kita kenal adanya upacara labuhan yang merupakan wujud penghormatan kepada dewa laut yang dibarengi juga dengan mitos masyarakat sekitar laut selatan. Dari kedua contoh tersebut jelas tergambar bahwa agama merupakan bagian dari kebudayaan. Sekaten dengan ritual keislamannya dan labuhan dengan ritual animisme dan dinamismenya. Namun yang harus digarisbawahi dari hal tersebut adalah bahwa upacara-upacara tersebut tidak hanya mengikutsertakan umat agama yang bersangkutan melainkan juga dilaksanakan oleh umat lainnya. Sebab upacara tersebut telah menjadi milik masyarakat Yogyakarta termasuk para pendatang dari luar kota yang telah bermukim di Yogyakarta. Kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai salah satu kebudayaan yang selalu dilestarikan. Disinilah letak keindahan Yogyakarta, ditengah keberagaman yang ada ternyata tetap dapat menjaga kesatuan dan membina hubungan yang aman dan damai.
Pada prinsipnya, agama tidak dapat merubah suatu budaya setempat. Namun agama dapat menjadi salah satu unsur dari budaya yang berlangsung. Sikap fanatik dan individualitas pada agama tertentu tidak dibutuhkan untuk menciptakan masyarakat yang sadar akan budaya. Agama harus bisa menyesuaikan diri atas kebudayaan yang telah hadir sebelumnya, sebab agama dan budaya adalah dua hal yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi (Kuntowijoyo:1991). Agama harus bisa menerima perkembangan kebudayaan yang pasti akan terjadi, sebab kebudayaan tidak bersifat statis. Namun agama bisa menjadi filter akan kebudayaan yang berkembang agar tidak terlampau jauh mengikuti budaya asing yang sangat mungkin dapat merusak kebudayaan kita. Peran serta pemerintah, para tokoh agama, para ketua adat sangat berpengaruh demi terciptanya keharmonisan ditengah masyarakat yang beragam ini. Sehingga Bhineka Tunggal Ika tetap menjadi pedoman hidup kita sebagai warga negara Indonesia.
3. Aspek bahasa
Dalam berkomunikasi, bahasa pengantar sehari-hari umumnya masyarakat Yogyakarta menggunakan bahasa Jawa. Propinsi Yogyakarta merupakan salah satu pusat bahasa dari sastra Jawa seperti bahasa parama sastra, ragam sastra, bausastra, dialek, sengkala serta lisan dalam bentuk dongeng, japamantra, pawukon, dan aksara Jawa.
4. Aspek Seni
Daerah
Istimewa Yogyakarta memiliki banyak sekali kesenian. Baik itu kesenian
budaya seperti tari-tarian ataupun seni kerajinan seperti batik, perak,
dan wayang.
1. Batik
Batik
adalah salah satu kerajinan khas Indonesia terutama daerah Yogyakarta.
Batik yogya terkenal karena keindahannya, baik corak maupun warnanya.
Seni batik sudah ada diturunkan oleh nenek moyang, hingga saat ini
banyak sekali tempat-tempat khusus yang menjual batik ini. Perajin batik
banyak terdapat di daerah pasar ngasem dan sekitarnya.
Kata "batik" berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: "amba", yang bermakna "menulis" dan "titik" yang bermakna "titik".
Batik adalah
salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu
pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing.
Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik
tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki
kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 oktober 2009.
JENIS BATIK
Menurut teknik
- § Batik tulis adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan.
- § Batik cap adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik yang dibentuk dengan cap ( biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari.
- § Batik lukis adalah proses pembuatan batik dengan cara langsung melukis pada kain putih.
Menurut asal pembuatan
Batik Jawa
batik
Jawa adalah sebuah warisan kesenian budaya orang Indonesia, khususnya
daerah Jawa yang dikuasai orang Jawa dari turun temurun. Batik Jawa
mempunyai motif-motif yang berbeda-beda. Perbedaan motif ini biasa
terjadi dikarnakan motif-motif itu mempunyai makna, maksudnya bukan
hanya sebuah gambar akan tetapi mengandung makna yang mereka dapat dari
leluhur mereka, yaitu penganut agama animisme, dinamisme atau Hindu dan
Buddha. Batik jawa banyak berkembang di daerah Solo atau yang biasa
disebut dengan batik Solo.
MACAM-MACAM BATIK
Batik Tiga Negeri
|
Batik
Tiga Negeri dikenal lewat warnanya yang terdiri dari tiga bagian. Ada
biru, coklat/sogan, dan merah. Batik ini kadang dikenal sebagai Batik
Bang-Biru atau Bang-Bangan untuk variasi warna yang lebih sederhana. Ada
yang mengatakan kalau pembuatan batik ini dilakukan di tiga tempat yang
berbeda. Biru di Pekalongan, Merah di Lasem, dan Sogan di Solo. Sampai
sekarang kerumitan detail Batik Tiga Negeri sukar sekali direproduksi.
Batik Buketan asal Pekalongan dengan desain pengaruh Eropa
|
Batik Indonesia yang dengan desain pengaruh Eropa.
Batik Buketan
|
Batik Jawa Hokokai 1942-1945, pekalongan
|
Batik
Jawa Hokokai. Dibuat dengan teknik tulis semasa pendudukan Jepang di
Jawa (1942-1945). Ia berupa kain panjang yang dipola pagi/sore (dua
corak dalam satu kain) sebagai solusi kekurangan bahan baku kain katun
di masa itu. Ciri lain yang mudah dikenali adalah pada motifnya. Motif
kupu-kupu, bunga krisan, dan detail yang bertumpuk menjadikan Batik Jawa
Hokokai menempati posisi karya seni yang mulia.
Batik Lasem
|
Batik
Lasem dikenal karena warna merahnya yang khas. Di Lasem (Jawa Timur)
sendiri, pengrajin batik sudah sangat berkurang. Beberapa kolektor
menyebut Batik Lasem adalah batik yang tercantik diantara yang lain.
Batik ini juga menjadi penanda pencampuran dua budaya, Jawa dan Cina.
2. Perak
2. Perak
Kerajinan
perak di Yogyakarta terkenal karena kekhassannya. Kerajinan ini
berpusat di KotaGede, dimana hampir seluruh masyarakat di daerah ini
menjadi pengrajin dan penjual perak, banyak para wisatawan yang datang
ke tempat ini bila hendak membeli kerajinan perak.
3. Wayang
Seni
wayang banyak terdapat di daerah jawa, khususnya jogjakarta, para
pengrajin maupun pendalang sudah diwariskan secara turun temurun.
Pengarajin wayang banyak terdapat di daerah pasar ngasem, bahan-bahan
dari wayang ini terbuat dari kulit sapi atau kerbau, sehingga tidak
mudah rusak dan awet. Wayang mudah di dapat juga di daerah sepanjang
malioboro.
Wayang dikenal sejak zaman prasejarah yaitu sekitar 1500 tahun sebelum Masehi. Masyarakat Indonesia memeluk kepercayaan animisme berupa pemujaan roh nenek moyang yang disebut hyang atau dahyang, yang diwujudkan dalam bentuk arca atau gambar.
4. Tari gambyong
Tari
gambyong adalah suatu tarian yang disajikan untuk penyambutan tamu atau
mengawali suatu resepsi perkawinan. Biasanya penarinya rata-rata masih
muda dan berparas cantik. Sebagai suatu performance art, tari
gambyong menyajikan santapan estetis tersendiri bagi siapa saja yang
menyaksikan sehingga sangat cocok untuk dijadikan objek wisata seni
budaya.
Konon tari gambyong tercipta berdasarkan nama seorang penari jalanan (tledhek)yang
bernama si Gambyong yang hidup pada zaman Sinuhun Paku Buwono IV di
Surakarta (1788-1820). Sosok penari ini dikenal sebagai seorang yang
cantik jelita dan memiliki tarian yang cukup indah. Tak heran, dia
terkenal di seantero Surakarta dan terciptalah nama Tari Gambyong.
Tarian
ini merupakan sejenis tarian pergaulan di masyarakat. Ciri khas
pertunjukan tari gambyong, sebelum dimulai selalu dibuka dengan gendhing pangkur.
Tariannya terlihat indah dan elok apabila si penari mampu menyelaraskan
gerak dengan irama kendang. Sebab, kendang itu biasa disebut otot
tarian dan pemandu gendhing.
ASPEK ORGANISASI SOSIAL
Stratifikasi Sosial
A.
Stratififikasi
sosial atau pelapisan sosial banyak dijumpai di berbagai kelompok
masyarakat. Ukuran stratifikasi sosial atau perbedaan status
kelompok-kelompok masyarakat berbeda satu dengan yang lain. Ada yang
menggunakan ukuran kekayaan, pendidikan, darah bangsawan, atau kekuasaan
dan lain sebagainya. Dengan adanya stratifikasi ini telah terlihat
jelas besarnya pengaruh suatu kelompok maka semakin tinggi kedudukannya
dalam masyarakan dan sebaliknya.
Pada
masyarakat pedesaan di kota Yogyakarta, kekayaan tidak mendasari adanya
stratifikasi sosial ini. Orang-orang yang dianggap memiliki kedudukan
yang tinggilah yang dianggap orang yang memiliki kelebihan, misalnya
kelompok pegawai pemerintahan. Di berbagai kegiatan dan dan jabatan
pemerintah biasanya dipegang oleh kelompok ini. Kepala desa dan
sekertaris desa, dan pengurus organisasi sosial biasanya dijabat oleh
orang yang berpendidikan perguruan tinggi.
Lapisan
lain yang mendapatkan posisi yang tinggi adalah pamong desa. Hal ini
dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari antara pamong desa dan
rakyatnya. Dalam suatu pembicaraan biasanya kepala desa menggunakan
bahasa Jawa Ngoko, atau seandainya menggunakan bahasaJawa Kromo pun masih dicampur dengan bahasa Jawa Ngoko. Sedangkan rakyat yang diajak berbicara biasanya menggunakan bahasa Jawa Kromo Inggil.
Hal ini juga nampak jelas pada waktu ada pesta perkawinan, kepala desa
menempati tempat yang sudah ditentukan yaitu kursi barisan paling depan.
Apabila
ditinjau dari segi kepemilikan tanah, maka kelompok pamong desa
merupakan lapisan paling atas. Kelompok ini tidah hanya memiliki tanah
garapan sendiri tetapi juga memiliki tanah bengkok. Kelompok karangkopek atau
kelompok lapisan bawah yang tidak memiliki tanah garapan hanya memiliki
pekarangan saja. Sedangkan lapisan paling bawah adalah para pemilik
tanah sempit atau sama sekali tidak memiliki tanah.
B.
IkiIkatan Kekerabatan
Pada
umunya sistem kekerabatan penduduk desa berdasarkan prinsip bilateral
seperti umumnya yang terdapat pada orang Jawa. Dalam satu keluarga
biasanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang belum menikah atau
disebut keluarga inti. Namun, ada juga bentuk keluarga luar yaitu unit
keluarga yang terdiri dari keluarga inti ditambah dengan anak yang sudah
menikah atau ada saudara lain yang ikut dalam keluarga itu.
Ikatan
kekerabatan yang kuat pada seseorang biasanya ditandai dengan saling
mengunjungi dan saling membantu. Istlah yang digunakan pun umumnya sama
seperti menyebut saudara dari pihak ayah atau ibu menggunakan istilah bulik, budhe, pakdhe atau paklik. Bahasa yang digunakan pun berbeda, bahasa yang digunakan anak untuk berbicara terhadap orang tua nya menggunakan bahasa Jawa Kromo Inggil.
Kelompok Annisa
Kelompok Annisa adalah sebuah Organisasi Sosial (Orsos) yang bergerak dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak, penyedia layanan serta pemberdayaan ekonomi bagi perempuan korban. Organisasi Sosial yang beranggotakan para perempuan ini didirikan pada 28 Oktober 2004 di desa Karang Tengah, Kec. Wonosari, Kab. Gunungkidul, DI. Yogyakarta. Orsos Annisa bercita-cita membangun kehidupan masyarakat yang tidak mentolerir kekerasan terhadap perempuan dan anak. Untuk mencapai cita-cita tersebut Annisa melakukan berbagai aktifitas diantaranya adalah; kampanye dan sosialisasi anti perdagangan dan kekerasan terhadap perempuan dan anak; monitoring, mendampingi dan merujukkan perempuan dan anak korban kekerasan; mencerdaskan masyarakat melalui pendirian Taman Bacaan; pemberdayaan ekonomi kelompok dan perempuan korban kekerasan; serta membangun jaringan dengan berbagai elemen pemerintah dan masyarakat untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kelompok Annisa adalah sebuah Organisasi Sosial (Orsos) yang bergerak dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak, penyedia layanan serta pemberdayaan ekonomi bagi perempuan korban. Organisasi Sosial yang beranggotakan para perempuan ini didirikan pada 28 Oktober 2004 di desa Karang Tengah, Kec. Wonosari, Kab. Gunungkidul, DI. Yogyakarta. Orsos Annisa bercita-cita membangun kehidupan masyarakat yang tidak mentolerir kekerasan terhadap perempuan dan anak. Untuk mencapai cita-cita tersebut Annisa melakukan berbagai aktifitas diantaranya adalah; kampanye dan sosialisasi anti perdagangan dan kekerasan terhadap perempuan dan anak; monitoring, mendampingi dan merujukkan perempuan dan anak korban kekerasan; mencerdaskan masyarakat melalui pendirian Taman Bacaan; pemberdayaan ekonomi kelompok dan perempuan korban kekerasan; serta membangun jaringan dengan berbagai elemen pemerintah dan masyarakat untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kelompok Ngudi Lestarining Budi
Kelompok Ngudi Lestarining Budi (KNLB) adalah sebuah wadah perkumpulan laki-laki dan perempuan yang memiliki kepedulian terhadap persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak. KNLB berdiri atas prakarsa para tokoh masyarakat, aparat desa, tokoh agama dan komunitas di desa Ngawu, Kec. Playen, Kab. Gunungkidul, Yogyakarta. KNLB yang juga berfungsi sebagai Community Base Cricis Center ini bercita-cita menciptakan lingkungan masyarakat yang damai tanpa kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dalam mencapai tujuannya KNLB melakukan upaya monitoring, mendampingi dan merujukkan perempuan dan anak korban kekerasan, serta kampanye anti perdagangan perempuan dan anak.
Kelompok Ngudi Lestarining Budi (KNLB) adalah sebuah wadah perkumpulan laki-laki dan perempuan yang memiliki kepedulian terhadap persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak. KNLB berdiri atas prakarsa para tokoh masyarakat, aparat desa, tokoh agama dan komunitas di desa Ngawu, Kec. Playen, Kab. Gunungkidul, Yogyakarta. KNLB yang juga berfungsi sebagai Community Base Cricis Center ini bercita-cita menciptakan lingkungan masyarakat yang damai tanpa kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dalam mencapai tujuannya KNLB melakukan upaya monitoring, mendampingi dan merujukkan perempuan dan anak korban kekerasan, serta kampanye anti perdagangan perempuan dan anak.
Kelompok HUMA (Hurriyah Ma`isyah)
Kelompok Hurriyah Ma’isyah yang berarti kemerdekaan penghidupan ini berdiri sejak tahun 2004, namun secara resmi dideklarasi pada bulan Oktober 2005. Huma berdiri dengan konsep awal sebagai Comunity Based Crisis Center (CBCC) yang melingkupi wilayah kelurahan Cokrodiningratan kota Yogyakarta. Program organisasi Huma salah satunya adalah melakukan monitoring, pendampingan dan memberikan rujukan terhadap kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di wilayah Cokrodiningratan.
Kelompok Hurriyah Ma’isyah yang berarti kemerdekaan penghidupan ini berdiri sejak tahun 2004, namun secara resmi dideklarasi pada bulan Oktober 2005. Huma berdiri dengan konsep awal sebagai Comunity Based Crisis Center (CBCC) yang melingkupi wilayah kelurahan Cokrodiningratan kota Yogyakarta. Program organisasi Huma salah satunya adalah melakukan monitoring, pendampingan dan memberikan rujukan terhadap kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di wilayah Cokrodiningratan.
Kelompok Perempuan Karangsewu
Organisasi perempuan Karangsewu ada sejak tahun 2005, diawali dari perjuangan perempuan pedesaan untuk mempertahankan lahan pertanian yang akan di gusur. Organisasi perempuan Karangsewu bertujuan mewujudkan ruang-ruang demokrasi bagi perempuan pedesaan. Organisasi ini juga memperjuangkan penghapusan kekerasan terhadap perempuan dengan melakukan monitoring, pendampingan dan memberikan rujukan terhadap kasus-kasus yang terjadi di masyarakat.
Organisasi perempuan Karangsewu ada sejak tahun 2005, diawali dari perjuangan perempuan pedesaan untuk mempertahankan lahan pertanian yang akan di gusur. Organisasi perempuan Karangsewu bertujuan mewujudkan ruang-ruang demokrasi bagi perempuan pedesaan. Organisasi ini juga memperjuangkan penghapusan kekerasan terhadap perempuan dengan melakukan monitoring, pendampingan dan memberikan rujukan terhadap kasus-kasus yang terjadi di masyarakat.
ASPEK KEPERCAYAAN
Bagi
masyarakat Yogyakarta kepercayaan terhadap agama merupakan suatu yang
tidak di tinggalkanya. Bahkan Sultan mereka mendapat gelar dan predikat panotogomo yang
berarti pengatur dan pelindung agama. Sejalan dengan itu di Yogyakarta
setiap aliran agama, yang mendapat pegakuan dari pemerintah, bebas dan
berhak mengembagkan ajaran-ajaran yang dipercayainya. Di daerah ini
agama-agama yang paling banyak penganutnya ialah agama Islam, Kristen,
baik Katholik maupun Protestan, Hindu dan Budha. Adanya kebebasan untuk
menyebarkan ajaran-ajaranya, memberi kemungkinan kepada kelompok
agama-agama untuk mendirikan tempat-tempat ibadah mereka, malah
pembangunan tempat ibadah-ibadah mereka selalu mendapat bantuan dari
pemerintaah, baik pusat maupun daerah. Kegiatan untuk itu tidak jarang
dilaukan secara bersama, bahkan dari agama lainya. Sehubungan dengan itu
pada tahun 1952 jumlah masjid yang berada di daerah Yogyakarta
sebanyak 496 buah, langgar 3015 buah, sedangkan geraja sebanyak 64 buah.
Keadaan ini tentu telah berubahan, dalam arti kata jumlahnya sampai
sekarang makin bertambah banyak. Di Yogyakarta ada beberapa tempat
ibadah yang cukup terkenal karena bentuknya yang menarik, seperti masjid
besar di komplek kraton dan greja Katholik di Kota Baru. Sejak dulu
daerah Yogyakarta merupakan tempat subur bagi pertumbuhan aliran-aliran
kebatinan. Pada tahun 1952 di Gunung Kidul terdapat 4 buah organisasi
kebatinan, di Bantul 21 buah, di Sleman 3 buah, di Kulon Progo terdapat 4
buah dan di Yogyakarta 4 buah. Besar dari setiap anggota organisasi
kebatinan itu berbeda jumahnya tetapi jumlahnya berkisar dari puluhan
orang sampai ribuan orang.
Dewasa
ini aliran kebatinan termasuk apa yang disebut kepercayaan makin
mendapat tempat di masyarakat oleh arena adanya kesempatan yang lebih
luas untuk mengembangkan dirinya. Mereka sudah mendapat pengakuan resmi
dari pemerintah, dan setiap tahun pada tagggal 1 suro mereka
merayakan hari besar mereka. Juga sebagaimana agama lainya, aliran
kepepercayaan ini telah mendapat hak untuk menyebarkan ajaranya melalui
media masa resmi pemerintah seperti televisi.
ASPEK TEKNOLOGI
Pada
era informasi saat ini peran dan manfaat teknologi informasi dan
komunikasi semakin strategis dan mulai menguasai kehidupan masyarakat,
baik secara individu maupun organisasi. Pertumbuhan teknologi informasi
dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas
dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi berlangsung cepat.
Penggunaan
teknologi informasi dalam suatu sistem elektronik adalah penggunaan
sistem komputer secara luas. Sistem ini adalah suatu sistem yang terpadu
antara manusia dan mesin yang mencakup perangkat keras, perangkat
lunak, prosedur standar, sumber daya manusia, dan substansi informasi
yang mencakup fungsi input, proses, output dan penyimpanan.
Pengelolaan
data pertanahan dengan menggunakan teknologi informasi merupakan
sesuatu yang mutlak harus dilakukan hal ini berkaitan dengan
karakteristik data pertanahan itu sendiri yang bersifat multidimensi
yang terkait dengan masalah ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan
dan sosial budaya.
Pengelolaan
data pertanahan itu sendiri harus terintegrasi suatu Sistem Informasi
dan Manajemen Pertanahan Nasional yang mengalirkan informasi antar
seluruh unit organisasi baik di tingkat Kantor Pusat, Kantor Wilayah,
dan Kantor Pertanahan. Disamping sifat data pertanahan tersebut, juga
pengelolaan pertanahan secara elektronik ini untuk memenuhi tuntutan
masyarakat yang semakin meningkat yang terkait dengan keterbukaan
informasi untuk masyarakat.
Pada
hari Sabtu, 10 Maret 2007 dengan mengambil tempat di gedung Balai
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK), Jl. Cendana
15 Yogyakarta, diselenggarakan seminar sehari tentang Nilai Budaya Jawa
di Yogyakarta. Seminar ini diselengarakan oleh Dinas Kebudayaan
Provinsi DIY dan Dewan Kebudayaan Propinsi DIY. Seminar itu sendiri
dilakukan dalam rangka inventarisasi tatanilai budaya Jawa untuk
menentukan kebijakan kebudayaan di wilayah Propivinsi DIY yang akan
menjadi bahan atau materi dalam Penyusunan Materi Draft Tata Nilai
Budaya Jawa di Yogyakarta. Demikian seperti yang dikatakan oleh Ketua
Pelaksana seminar, Prof. Dr. Djoko Surjo. Seminar diikuti oleh sekitar
50-an peserta. Ada pun peserta seminar di antaranya terdiri dari anggota
DPRD DIY, Dewan Kebudayaan DIY, dewan-dewan kebudayaan kabupaten, wakil
perguruan tinggi, pemuka agama, sastrawan, budayawan, pemuka
masyarakat, dan lain-lain. Sasaran dari penyelenggaraan seminar adalah
untuk memperoleh masukan materi tata nilai budaya Jawa untuk
meningkatkan strategi pembangunan khususnya di bidang kebudayaan.
ASPEK SISTEM PENGETAHUAN
Dalam
kacamata demokrasi kaum muda hirarki normatif Jawa dipandang sebagai
sikap feodal yang menghambat demokratisasi dan bertentangan dengan
prinsip persamaan/egalitarian yang menjadi pilar utama demokrasi.
Perbedaan cara pandang yang diametral ini diakibatkan oleh perbenturan
tata nilai lama dengan unsur-unsur budaya baru yang secara substansial
berbeda titik berangkatnya, yakni pola pikir Jawa yang normatif karena
kuatnya prinsip menjaga harmoni berhadapan dengan budaya baru yang lebih
berorientasi pada pencapaian hasil secara kuantitatif.
Etika
Jawa yang semula sangat humanis mengalahkan kepentingan materi, ambisi
pribadi, dan gejolak hawa nafsu yang semuanya itu terabadikan dalam
berbagai petuah dan pepatah serta tergambarkan dalam tokoh-tokoh
pewayangan, telah tergantikan oleh perilaku budaya yang sangat
konsumtif, hedonis, dan materialistik. Berkaitan dengan kondisi seperti
itu perlu dilakukan langkah strategis untuk memasyarakatkan nilai-nilai
budaya Jawa, yakni: dengan sosialisasi (melalui pendidikan, kelompok
budaya, desa budaya, kelompok masyarakat/organisasi, dan sebagainya);
kajian/penelitian dan pengembangan (historis, filosofis, implementatif);
regulasi/hukum (perlindungan terhadap situs budaya, kreasi budaya,
perangkat budaya), pengaturan/seleksi tempat hiburan; publikasi.
ASPEK MATA PENCAHARIAN
karena
budaya Jawa dianggap sebagai sesuatu yang penting, berharga, dan
diprioritaskan sehingga sebagian warga masyarakat Jawa terlalu
membanggakan tanpa reserve. Sikap demikian itu membuat mereka tidak lagi
kritis dan tidak lagi bisa melihat adanya nilai-nilai negatif yang ada
di dalam budaya Jawa yang mungkin tidak lagi berguna. Oleh karenanya
perlu dikemukakan beberapa langkah atau skenario dalam mengaplikasikan
budaya Jawa-Yogyakarta yang bernilai positif dalam membangun manusia
sebagai sistem sosial.
Langkah
itu di antaranya dengan memasyarakatkan ungkapan-ungkapan yang dapat
dimanifestasikan ke perilaku seperti memasyarakatkan ungkapan Hamemayu
Hayuning Bawana yang dapat diperinci sebagai Rahayuning Bawana Kapurba
Wasesaning Manungsa 'kelestarian dunia lebih dipengaruhi oleh
kebijaksanaan manusia'. Darmaning Satriya Mahanani Rahayuning Nagara
'darma bakti kesatria mewujudkan kesejahteraan dan keselamatan negara'.
Rahayuning Manungsa Dumadi Karana Kamanungsane 'keselamatan dan
kesejahteraan manusia terwujud karena perikemanusiannya'. Ungkapan
lainnya adalah Asih ing Sesami 'mencintai sesama' yang sepi ing pamrih
rame ing gawe; falsafah Golong Gilig (menyatunya pemimpin-kawula, Tuhan
dan umat-Nya); falsafah Sawiji (orang harus selalu ingat pada Tuhan Yang
Maha Esa), Greget (seluruh aktivitas dan gairah/semangat hidup harus
disalurkan melalui jalan Tuhan Yang Maha Esa), Sengguh (bangga
diciptakan sebagai makhluk sempurna naun tidak boleh sombong), Ora
Mingkuh (meskipun banyak mengalami banyak kesukaran dan hambatan dalam
hidup, namun tetap dijalani dengan penuh tanggung jawab, dilandasi
selalu percaya kepada Tuhan Yang Maha Adil, Penyayang, dan Pengasih).
Membicarakan
budaya Jawa-Yogyakarta tentu tidak bisa lepas dari keberadaan Keraton
Yogyakarta sebagai cikal bakal pusat pemerintahan dan pusat kebudayaan
yang sarat dengan nilai filosofi. Pemahaman, penghayatan, dan pengamalan
dasar falasafah budaya asli Yogyakarta seperti Hamemayu Hayuning
Bawono, Golong Gilig, Sewiji, Greget, Sengguh, Ora Mingkuh, Hamengku,
Hamangku, dan Hamengkoni di dalam aplikasinya diperlukan payung hukum
yang harus disosialisasikan sampai ke lapisan masyarakat yang paling
bawah di DIY. Perlu melakukan pemilihan dan pemilahan terhadap
nilai-nilai budaya Jawa yang masih relevan sebagai faktor pemersatu dan
pendorong pembangunan di DIY dalam segala bidang. Perlu dilakukan
reinventarisasi, reinterpretasi, revitalisasi, dan pemberian ruh baru
terhadap nilai-nilai budaya Jawa yang baik tetapi sudah tidak lagi
relevan dengan zamannya. Yogyakarta dengan keunggulan aset budayanya
sebagai factor endowments sangat potensial dikembangkan dengan
melibatkan masyarakat setempat sebagai pelaku pariwisata sehingga
keuntungan yang diperoleh tidak hanya dari sisi ekonomi namun juga
keuntungan di bidang budaya.
TAMBAHAN
Badai krisis ekonomi pada tahun 1997 telah mengecilkan
pencapaian prestasi pembangunan nasional pada umumnya dan penurunan
angka kemiskinan yang mencapai 40% dari total penduduk Indonesia. Biro
Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah penduduk miskin mencapai 17,2%
(37,4 juta jiwa) dari total penduduk Indonesia yang mencapai 214 juta
jiwa (Feb.2003). Hingga 2004, jumlah orang miskin di Indonesia mencapai
36,1 juta jiwa atau setara dengan 16,66% dari jumlah penduduk Indonesia.
Daerah padat penduduk seperti di Jawa Tengah, Daerah Istemewa
Yogyakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat termasuk yang angka kemiskinannya
tinggi. Karena jumlah penduduknya padat maka secara absolut jumlah
penduduk miskinnya juga tinggi. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada
tahun 2005 ini, 62 juta jiwa dan di Jawa Tengah, 3,17 Juta keluarga
dinyatakan miskin. Jumlah penduduk miskin yang ada di Kota Semarang pada
tahun 2004 berjumlah 79 ribu jiwa.
Hingga
bulan Februari 2006, menurut data Dinas Kesejahteraan Sosial Kota
Yogyakarta, jumlah keluarga miskin (gakin) menembus angka 31.367 Kepala
Keluarga dari jumlah total 81.859 KK yang ada. Sederhananya, 3 dari 10
orang penduduk Yogyakarta tergolong miskin. Kelurahan Prawirodirjan,
Pringgokusuman, Bener, dan Kricak termasuk daerah dengan penduduk miskin
mencapai 30 persen dari seluruh penduduknya. Persentase penduduk miskin
di 41 kelurahan lainnya umumnya kurang dari sepertiganya, dengan porsi
bervariatif. Angka ini merupakan turunan dari kriteria kemiskinan yang
tertera di Peraturan Walikota Yogyakarta No. 39/2005 tentang penetapan
parameter kemiskinan Kota Yogyakarta. Sementara itu, jumlah penerima
beras miskin (raskin) di Kota Yogyakarta ada 22.719 gakin. Jumlah gakin
di kota gudeg ini lebih kecil lagi jika merujuk data penerima Bantuan
Langsung Tunai (BLT) tahap I yakni 13.354 gakin, yang kriterianya
mengacu Badan Pusat Statistik (BPS).
Tabel penduduk miskin di Kota Yogyakarta
Tahun
|
Jumlah KK Miskin
|
Jumlah KK Kota Yogya
|
Persentase
|
2003
|
23.453
|
84.520
|
28%
|
2004
|
23.152
|
70.159
|
33%
|
2005
|
31.367
|
81.859
|
38,32%
|
Sumber: Data Dinas Kesos PM Kota Yogyakarta
Sebagian besar masyarakat miskin di kota gudeg ini mayoritas
bekerja di sektor informal. Ada pedagang kaki lima, tukang becak,
pemulung, sampai pengamen. Peta sederhana tentang persebaran warga kota
yang berprofesi pekerja sektor informal di sejumlah kampung di daerah
Timoho dan daerah di pinggiran Sungai Gajah Wong dan Sungai Code. Jika
menengok ke sejarah asal mula dan pertumbuhan kampung di Kota Yogya,
banyak kampung seperti Timoho dan pinggiran Sungai Gajah Wong muncul
seiring dengan gelombang awal urbanisasi, setidaknya sejak dekade
1970-an sampai 1980-an.
Untuk
mendefinisikan kemiskinan, Pemerintah Pusat membuat kriterium
berdasarkan beberapa pendekatan. Seperti yang dirilis Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (2004), pemerintah memaknai kemiskinan sebagai
kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak
mampu memenuhi hak-hak dasarnya guna mempertahankan dan mengembangkan
kehidupan secara bermartabat. Pendekatan yang digunakan meliputi: basic needs (menekankan ketakmampuan memenuhi kebutuhan dasar sebagai sumber kemiskinan);income poverty (menekankan tiadanya kepemilikian aset dan alatn produksi), basics capabilitiy(menekankan keterbatasan kemampuan dasar untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat); social welfare (tekankan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan); serta subjective (cara pandang kemiskinan dari sudut orang miskin pandangan orang miskin sendiri).
Menurut
Suparlan, P. (1995), disusun beberapa indikator diantaranya: akses dan
mutu pendidikan yang rendah; kesempatan kerja dan berusaha yang
terbatas; ketersediaan perumahan dan sanitasi yang minim; lemahnya
kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah; terbatasnya akses masyarakat
terhadap sumber daya alam; lemahnya jaminan rasa aman; lemahnya
partisipasi; hingga besarnya beban kependudukan akibat dari besarnya
tanggungan keluarga berikut tekanan hidup yang mendorong terjadinya
migrasi.
Dari
definisi yang global ini, pemerintah Kota Yogyakarta lalu menurunkannya
dalam definisi keluarga miskin. Merujuk pada pasal 1 PP No. 42 Tahun
1981, Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Peraturan Walikota Yogyakarta
No. 39/2005 memaknai keluarga miskin sebagai :
”…orang
yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak
mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan
atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak dapat
memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan.
Menurut
data Dinas Kesejahteraan Sosial Kota Yogyakarta (2006), yang bersifat
penyelamatan ini misalnya raskin atau Program Beras Untuk Keluarga
Miskin. Raskin diorientasikan sebagai bantuan kesejahteraan sosial atau
bantuan perlindungan sosial bagi keluarga miskin. Raskin juga ditujukan
untuk menjaga daya tahan pangan gakin agar tetap mampu membeli beras.
Programnya berupa penjualan beras murah sebanyak 20 kg/bulan dengan
harga Rp 1000/kg. Untuk DIY, melalui SK Gubernur No. 33/2003, Sultan
menetapkan 10 kg/keluarga. Contoh bantuan langsung lainnya adalah BLT
(Bantuan Langsung Tunai). BLT merupakan kompensasi pemerintah kepada
masyarakat miskin atas dicabutnya subsidi BBM. Dengan BLT, diharapkan
keluarga miskin tetap bisa mempertahankan daya belinya. Dan masih banyak
lagi skema bantuan dari pusat yang sifatnya langsung.
Munculnya
program seperti BLT ataupun raskin dinilai banyak kalangan tidak
menyelesaikan persoalan kemiskinan. Pihak kota lebih sepakat dengan
program penanggulangan kemiskinan yang sifatnya memberdayakan ekonomi
masyarakat. Fokusnya bukan perseorangan seperti BLT, melainkan kelompok
masyarakat. Selain menjalankan program yang berasal dari pusat, baik
yang didanai dari APBN maupun bank Dunia, Pemkot juga tengah
melaksanakan program yang murni diinisiasi sendiri.
Dipaparkan
oleh Dinas Kesejahteraan Sosial Kota Yogyakarta (2006), beberapa
program yang kini dijalankan antara lain: Program Bantuan Modal Pinjaman
Lunak dan Koperasi (BMPLK); Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK)
dari BUMN; Dana Bergulir Usaha Kecil Industri dan Dagang (DBUKID);
Bantuan Usaha Ekonomi Produktif Kelompok Anggrek dan Pemanfaatan
Pekarangan (BUEPKAID); Peningkatan Pelayanan Usaha Sosial Ekonomi
Produktif (P2USEP); Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan (P2KP);
Tenaga Kerja Mandiri (TKM); Program GRAMEN BANK; Program Perluasan Kerja
Sistem Padat Karya Program Awal Tahun dan Padanan; Program Kompensasi
Subsidi Dana Bergulir Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM); Beasiswa
Supersemar, Lembaga Keuangan Mikro Badan Usaha Kredit Pedesaan; Pinjaman
Tenda Bagi Pedagang Kaki Lima.
Merujuk
Peraturan Walikota Yogyakarta No. 10/2005 tentang Penjabaran APBD tahun
anggaran 2005, program yang bernuansa penanggulangan kemiskinan di Kota
Yogyakarta tersebar di berbagai instansi. Di dinas Perekonomian, ada
bantuan keuangan kepada PKL sebesar Rp 750.000.000. Di Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi ada pelatihan keterampilan tenaga kerja. Dan
Dinas Kesejahteraan Sosial memiliki bantuan keuangan kepada penyandang
rehabilitasi dan masalah sosial yang mencakup bantuan pembinaan USEP KM
sebesar Rp 14.500.000, bantuan pengembangan USEP KM sebesar 13.200.000.
Meski
terfokus pada program yang sifatnya memberdayakan ekonomi, kota tetap
menjalankan program-program yang sifatnya “penyelamatan”. Ada bantuan
beasiswa sekolah, subsidi pelayanan kesehatan, atau yang paling nyata
berupa santunan dan perlindungan terhadap warga kota yang terlantar
seperti anak jalanan, gelandangan dan pengemis, serta manula. Peraturan
Walikota No. 10/2005 juga menggagarkan untuk Dinas Kesehatan berupa
bantuan premi gakin sebesar Rp 1. 229.700.000. Lalu untuk Dinas
Pendidikan dan Pengajaran berupa pengembangan SDM yang mencakup
beasiswa, bantuan tugas belajar, ikatan dinas sebesar 97.000.000, biaya
bantuan pelatihan dan kursus keterampilan sebesar Rp 45.000.000. Bantuan
pembinaan rentan anak jalanan dan anak jalanan sebesar Rp 108.300.000
dan bantuan untuk fasilitasi dan rehabilitasi sosial sebesar Rp
15.000.000.
Yang ironis, kebijakan penanggulangan kemiskinan ala neoliberalisme
hanya bersifat sementara, di mana negara hanya boleh turun tangan jika
lembaga keluarga, kelompok swadaya, atau lembaga keagamaan gagal
berfungsi. Pandangan seperti ini beranjak dari keyakinan bahwa
kemiskinan merupakan masalah individual. Orang menjadi miskin disebabkan
oleh kelemahan dan ketakmampuan yang bersangkutan. Tak ada sangkut
pautnya dengan kondisi sosial ekonomi di mana sesorang itu hidup.
Menurut Adams Charles, (1993), seseorang bisa lepas dari kemiskinan jika
ada sistem pasar yang mampu memfasilitasi seseorang bekerja secara
maksimal. Karenanya, banyak program pengentasan neoliberal yang bersifat
“penyesuaian” (adjustment), bertujuan menyiapkan orang miskin agar mampu bersaing di pasar bebas. Program-program structural adjustment yang didesakkan oleh lembaga donor macam World Bank dan IMF, semisal
Program Jaringan Pengaman Sosial (JPS), P2KP dan Program Pengembangan
Kecamatan (PPK), merupakan contoh kebijakan neoliberal dalam menangani
kemiskinan (Dinas Kesejahteraan Sosial Kota Yogyakarta; 2006).
BUDAYA UPACARA
1. Upacara gerebeg dan sekaten
Upacara gerebeg maulud tidak bisa dilepaskan dengan perayaan sekaten
sebagai tradisi keagamaan yang berlangsung dari tanggal 5 sampai 12
rabiulawal, upacara sekaten ialah upacara tradisional yang berkaitan
dengan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW. Upacara ini secara periodik
diselenggarakan oleh pihak kraton kasultanan Yogyakarta setahun sekali
dengan penyelenggaraan upacara gerebeg maulud.
Upacara
sekaten ini berawal dari kerajaan demak dengan raden patah sebagai
rajanya yang pertama. Agar menarik perhatian masyarakat, maka selama
sekaten dibunyikan dua gamelan Nyai dan Kyai Sekati dengan gending 16
macam gubahan para wali.
Perayaan
sekaten ini akhirnya ditetapkan menjadi suatu tradisi resmi sejak
kerajaan islam pindah dari demak ke pajang, dari pajang ke mataram lalu
ke Surakarta dan Yogyakarta. Untuk Yogyakarta dua gamelan ini disebut
dengan nama kyai gunturmadu dan kyai nagawilaga yang ditempatkan di
bangsal pagongan.
Dan
sekarang upacara gerebeg dan sekaten merupakan penunjang pariwisata di
Yogyakarta khususnya dalam bidang kebudayaan, karena banyak wisatawan
lokal dan asing banyak datang untuk menyaksikan upacara adat ini.
- 2. Upacara kehamilan dan kelahiran
a. Upacara ngebor-ngebori
Ngebor-ngebori
adalah selamatan yang dilakukan pertama kali pada saat kehamilan satu
bulan. Selamatan ini hanya berbentuk membuat sesaji, sesaji ini terdiri
dari air yang dilengkapi dengan bunga setaman dan jenang abor abor,
yaitu semacam jenang sungsum tetapi tanpa juruh.
b. Upacara nglimani
Nglimani
adalah selamatan yang dilakukan pada saat bayi berusia lima bulan dalam
kandungan. Selamatan nglimani ini dilakukan secara besar, yakni ada
kenduri dan sesaji, sesaji pada saat nglimani ini selalu berupa 5 macam
antara lain ketupat 5 buah, jenang 5 macam (jenang bekatul, merah,
putih, merah putih, baro-baro), rujak-rujakan 5 macam ( rujak madu,
degan, tape, nanas, jambu), sambal 5 macam (sambal goreng, tempe, wijen,
jagung dan kacang), tumpeng 5 macam dan telur 5 buah selain itu
sesaji ini ditambah dengan gudeg, sayur ketok (sayur gurih yang
bahannya merupakan tempe, kluwih, waluh), jublek, gudangan, ingkung
ayam, lalaban dan ditambah dengan daging dan jajanan pasar. Nglimani ini
bertujuan untuk memohon keselamatan pada tuhan dan leluhurnya agar ibu
dan bayi yang dikandungnya dalam keadaan selamat.
c. Upacara Mitoni
Mitoni
adalah selamatan yang dilakukan pada saat bayi berumur tujuh bulan
dalam kandungan, upacara ini bahkan dilakukan cukup meriah bagi mereka
yang mampu dan berkelebihan. Menurut kepercayaan penduduk gadingharjo,
janin yang berumur 7 tujuh bulan itu sudah menjadi bayi yang sudah siap
lahir ke dunia. Upacara mitoni ini di desa gadingharjo dibedakan menjadi
2 macam yaitu mitoni untuk wanita yang hamil pertama kali dan wanita
yang hamil kedua dan seterusnya, bagi wanita yang hamil pertama upacara
mitoni dilakukan dengan upacara siraman, sedang wanita yang hamil kedua
dan seterusnya hanya dibuatkan selamatan kenduri. Secara umum tujuan
dari mitoni ini adalah agar waktu melahirkan kelak si ibu dan anak dalam
keadaan selamat dan sehat wal afiat.
d. Upacara penanaman ari-ari
Pada
waktu menanam ari ari di tanah tidak ada upacara khusus akan tetapi ada
tata cara/adat istiadat tersendiri yang sangat sacral, caranya adalah
pertama kali ari ari dicuci bersih oleh dukun atau bapak dari si bayi,
setelah itu dimasukkan dalam suatu tempat dan dikuburkan di dalam tanah.
Pengetahuan
masyarakat di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tentang
pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 dinilai masih rendah.
"Kondisi itu diketahui dari hasil survei yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) DIY terkait dengan pelaksanaan pemilihan anggota legislatif pada 9 April 2009," kata anggota KPU DIY Mohammad Najib di Yogyakarta, Rabu.
Ia mengatakan, hasil survei KPU DIY menunjukkan sekitar 61 persen masyarakat tidak mengetahui tanggal dan bulan pelaksanaan pemungutan suara.
Sementara, 27 persen hanya mengetahui tanggal dan bulan pelaksanaan serta 12 persen lainnya hanya mengetahui bulan pelaksanaan pemungutan suara Pemilu 2009.
Selain itu, masyarakat di daerah tersebut banyak yang tidak mengetahui kapan dan di mana tempat mereka harus memilih. "Mereka juga tidak mengetahui tentang partisipasi dan peran partai politik, prosedur pendaftaran pemilih dan daerah pemilihan, kampanye, prosedur pemilihan dan cara menandai surat suara, penghitungan suara dan penentuan calon terpilih," katanya.
Padahal, menurut dia, semua itu memerlukan target di atas 75 pesen dari total masyarakat yang harus mengetahui tentang pelaksanaan Pemilu 2009. "Hasil survei itu juga membuktikan sosialiasi Pemilu 2009 masih kurang. Akibatnya, mayoritas calon pemilih belum memahami prosedur teknis dan tahapan Pemilu 2009," katanya.
Ia mengatakan, kondisi itu menyebabkan calon pemilih tidak dapat berpartisipasi dengan baik dalam pelaksanaan pesta demokrasi nanti, sehingga dikhawatirkan dapat mengurangi kualitas dan legitimasi hasil pemilu.
"Kondisi itu diketahui dari hasil survei yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) DIY terkait dengan pelaksanaan pemilihan anggota legislatif pada 9 April 2009," kata anggota KPU DIY Mohammad Najib di Yogyakarta, Rabu.
Ia mengatakan, hasil survei KPU DIY menunjukkan sekitar 61 persen masyarakat tidak mengetahui tanggal dan bulan pelaksanaan pemungutan suara.
Sementara, 27 persen hanya mengetahui tanggal dan bulan pelaksanaan serta 12 persen lainnya hanya mengetahui bulan pelaksanaan pemungutan suara Pemilu 2009.
Selain itu, masyarakat di daerah tersebut banyak yang tidak mengetahui kapan dan di mana tempat mereka harus memilih. "Mereka juga tidak mengetahui tentang partisipasi dan peran partai politik, prosedur pendaftaran pemilih dan daerah pemilihan, kampanye, prosedur pemilihan dan cara menandai surat suara, penghitungan suara dan penentuan calon terpilih," katanya.
Padahal, menurut dia, semua itu memerlukan target di atas 75 pesen dari total masyarakat yang harus mengetahui tentang pelaksanaan Pemilu 2009. "Hasil survei itu juga membuktikan sosialiasi Pemilu 2009 masih kurang. Akibatnya, mayoritas calon pemilih belum memahami prosedur teknis dan tahapan Pemilu 2009," katanya.
Ia mengatakan, kondisi itu menyebabkan calon pemilih tidak dapat berpartisipasi dengan baik dalam pelaksanaan pesta demokrasi nanti, sehingga dikhawatirkan dapat mengurangi kualitas dan legitimasi hasil pemilu.
Kebudayaan Bali
KEBUDAYAAN BALI
Bali berasal dari kata “Bal” dalam bahasa Sansekerta berarti “Kekuatan”, dan “Bali” berarti “Pengorbanan” yang berarti supaya kita tidak melupakan kekuatan kita. Supaya kita selalu siap untuk berkorban. Bali mempunyai 2 pahlawan nasional yang sangat berperan dalam mempertahankan daerahnya yaitu I Gusti Ngurah Rai dan I Gusti Ketut Jelantik.
Provinsi bali merupakan salah satu provinsi yang cukup terkenal di Indonesia karena merupakan salah satu aset devisa negara Indonesia yang cukup tinggi di bidang pariwisatanya. Ibukota Provinsi Bali adalah Denpasar. Provinsi bali sendiri tidak hanya terdiri dari pulau (dewata) Bali saja, namun juga terdiri dari banyak pulau yang lain, contohnya pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, dan lain – lain. Provinsi Bali secara astronomis terletak di 8° LS dan 115° BT. Daerah ini masih memiliki iklim tropis seperti Provinsi lainnya di Indonesia.
Secara geografis provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur, dan Selat Bali di sebelah barat, Laut Bali di sebelah utara, samudera hindia di sebelah selatan, dan Selat Lombok di sebelah timur. Penduduk Bali terdiri dari dua, yaitu penduduk asli Bali atau disebut juga Bali Aga (baca :bali age) dan penduduk bali keturunan Majapahit. Sedangkan kebudayaan Bali memiliki kebudayaan yang khas karena secara belum terpengaruhi oleh budaya lain.
Kebudayaan Bali pada hakikatnya dilandasi oleh nilai-nilai yang bersumber pada ajaran agama Hindu. Masyarakat Bali mengakui adanya perbedaaan ( rwa bhineda ), yang sering ditentukan oleh faktor ruang ( desa ), waktu ( kala ) dan kondisi riil di lapangan (patra ). Konsep desa, kala, dan patra menyebabkan kebudayaan Bali bersifat fleksibel dan selektif dalam menerima dan mengadopsi pengaruh kebudayaan luar. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa komunikasi dan interaksi antara kebudayaan Bali dan budaya luar seperti India (Hindu), Cina, dan Barat khususnya di bidang kesenian telah menimbulkan kreatifitas baru dalam seni rupa maupun seni pertunjukkan. Tema-tema dalam seni lukis, seni rupa dan seni pertunjukkan banyak dipengaruhi oleh budaya India. Demikian pula budaya Cina dan Barat/Eropa memberi nuansa batu pada produk seni di Bali. Proses akulturasi tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan Bali bersifat fleksibel dan adaptif khususnya dalam kesenian sehingga tetap mampu bertahan dan tidak kehilangan jati diri (Mantra 1996).
Kebudayaan Bali sesungguhnya menjunjung tinggi nilai-nilai keseimbangan dan harmonisasi mengenai hubungan manusia dengan Tuhan ( parhyangan ), hubungan sesama manusia (pawongan ), dan hubungan manusia dengan lingkungan ( palemahan ), yang tercermin dalam ajaran Tri Hita Karana (tiga penyebab kesejahteraan). Apabila manusia mampu menjaga hubungan yang seimbang dan harmonis dengan ketiga aspek tersebut maka kesejahteraan akan terwujud.
Selain nilai-nilai keseimbangan dan harmonisasi, dalam kebudayaan Bali juga dikenal adanya konsep tri semaya yakni persepsi orang Bali terhadap waktu. Menurut orang Bali masa lalu (athita ), masa kini ( anaghata ) dan masa yang akan datang ( warthamana ) merupakan suatu rangkaian waktu yang tidak dapt dipisahkan satu dengan lainnya. Kehidupan manusia pada saat ini ditentukan oleh hasil perbuatan di masa lalu, dan perbuatan saat ini juga menentukan kehidupan di masa yang akan datang. Dalam ajaran hukum karma phaladisebutkan tentang sebab-akibat dari suatu perbuatan, perbuatan yang baik akan mendapatkan hasil yang baik. Demikian pula seBaliknya, perbuatan yang buruk hasilnya juga buruk atau tidak baik bagi yang bersangkutan.
UNSUR – UNSUR BUDAYA
BAHASA
Bahasa Bali adalah sebuah bahasa Austronesia dari cabang Sundik dan lebih spesifik dari anak cabang Bali-Sasak. Bahasa ini terutama dipertuturkan di pulau Bali, pulau Lombok bagian barat, dan sedikit di ujung timur pulau Jawa. Di Bali sendiri Bahasa Bali memiliki tingkatan penggunaannya, misalnya ada yang disebut Bali Alus, Bali Madya dan Bali Kasar. Yang halus dipergunakan untuk bertutur formal misalnya dalam pertemuan di tingkat desa adat, meminang wanita, atau antara orang berkasta rendah dengan berkasta lebih tinggi. Yang madya dipergunakan di tingkat masyarakat menengah misalnya pejabat dengan bawahannya, sedangkan yang kasar dipergunakan bertutur oleh orang kelas rendah misalnya kaum sudra atau antara bangsawan dengan abdi dalemnya, Di Lombok bahasa Bali terutama dipertuturkan di sekitar kota Mataram, sedangkan di pulau Jawa bahasa Bali terutama dipertuturkan di beberapa desa di kabupaten Banyuwangi. Selain itu bahasa Osing, sebuah dialek Jawa khas Banyuwangi, juga menyerap banyak kata-kata Bali. Misalkan sebagai contoh kata osing yang berarti “tidak” diambil dari bahasa Bali tusing. Bahasa Bali dipertuturkan oleh kurang lebih 4 juta jiwa.
TEKNOLOGI
Masyarakat Bali telah mengenal dan berkembang system pengairan yaitu system subak yang mengatur pengairan dan penanaman di sawah-sawah. Dan mereka juga sudah mengenal arsitektur yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan yang menyerupai bangunan Feng Shui. Arsitektur merupakan ungkapan perlambang komunikatif dan edukatif. Bali juga memiliki senjata tradisional yaitu salah satunya keris. Selain untuk membela diri, menurut kepercayaan bila keris pusaka direndam dalam air putih dapat menyembuhkan orang yang terkena gigitan binatang berbisa.
D. ORGANISASI SOSIAL
a). Perkawinan
Rangkaian tahapan pernikahan adat Bali adalah sebagai berikut:
Upacara Ngekeb
Acara ini bertujuan untuk mempersiapkan calon pengantin wanita dari kehidupan remaja menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga memohon doa restu kepada Tuhan Yang Maha Esa agar bersedia menurunkan kebahagiaan kepada pasangan ini serta nantinya mereka diberikan anugerah berupa keturunan yang baik.
Setelah itu pada sore harinya, seluruh tubuh calon pengantin wanita diberi luluran yang terbuat dari daun merak, kunyit, bunga kenanga, dan beras yang telah dihaluskan. Dipekarangan rumah juga disediakan wadah berisi air bunga untuk keperluan mandi calon pengantin. Selain itu air merang pun tersedia untuk keramas.
Sesudah acara mandi dan keramas selesai, pernikahan adat bali akan dilanjutkan dengan upacara di dalam kamar pengantin. Sebelumnya dalam kamar itu telah disediakan sesajen. Setelah masuk dalam kamar biasanya calon pengantin wanita tidak diperbolehkan lagi keluar dari kamar sampai calon suaminya datang menjemput. Pada saat acara penjemputan dilakukan, pengantin wanita seluruh tubuhnya mulai dari ujung kaki sampai kepalanya akan ditutupi dengan selembar kain kuning tipis. Hal ini sebagai perlambang bahwa pengantin wanita telah bersedia mengubur masa lalunya sebagai remaja dan kini telah siap menjalani kehidupan baru bersama pasangan hidupnya.
Mungkah Lawang ( Buka Pintu )
Seorang utusan Mungkah Lawang bertugas mengetuk pintu kamar tempat pengantin wanita berada sebanyak tiga kali sambil diiringi oleh seorang Malat yang menyanyikan tembang Bali. Isi tembang tersebut adalah pesan yang mengatakan jika pengantin pria telah datang menjemput pengantin wanita dan memohon agar segera dibukakan pintu.
Upacara Mesegehagung
Sesampainya kedua pengantin di pekarangan rumah pengantin pria, keduanya turun dari tandu untuk bersiap melakukan upacara Mesegehagung yang tak lain bermakna sebagai ungkapan selamat datang kepada pengantin wanita. kemudian keduanya ditandu lagi menuju kamar pengantin. Ibu dari pengantin pria akan memasuki kamar tersebut dan mengatakan kepada pengantin wanita bahwa kain kuning yang menutupi tubuhnya akan segera dibuka untuk ditukarkan dengan uang kepeng satakan yang ditusuk dengan tali benang Bali dan biasanya berjumlah dua ratus kepeng
Madengen–dengen
Upacara ini bertujuan untuk membersihkan diri atau mensucikan kedua pengantin dari energi negatif dalam diri keduanya. Upacara dipimpin oleh seorang pemangku adat atau Balian
Mewidhi Widana
Dengan memakai baju kebesaran pengantin, mereka melaksanakan upacara Mewidhi Widana yang dipimpin oleh seorang Sulingguh atau Ida Peranda. Acara ini merupakan penyempurnaan pernikahan adat bali untuk meningkatkan pembersihan diri pengantin yang telah dilakukan pada acara – acara sebelumnya. Selanjutnya, keduanya menuju merajan yaitu tempat pemujaan untuk berdoa mohon izin dan restu Yang Kuasa. Acara ini dipimpin oleh seorang pemangku merajan
Mejauman Ngabe Tipat Bantal
Beberapa hari setelah pengantin resmi menjadi pasangan suami istri, maka pada hari yang telah disepakati kedua belah keluarga akan ikut mengantarkan kedua pengantin pulang ke rumah orang tua pengantin wanita untuk melakukan upacara Mejamuan. Acara ini dilakukan untuk memohon pamit kepada kedua orang tua serta sanak keluarga pengantin wanita, terutama kepada para leluhur, bahwa mulai saat itu pengantin wanita telah sah menjadi bagian dalam keluarga besar suaminya. Untuk upacara pamitan ini keluarga pengantin pria akan membawa sejumlah barang bawaan yang berisi berbagai panganan kue khas Bali seperti kue bantal, apem, alem, cerorot, kuskus, nagasari, kekupa, beras, gula, kopi, the, sirih pinang, bermacam buah–buahan serta lauk pauk khas bali.
b). Kekerabatan
Adat menetap diBali sesudah menikah mempengaruhi pergaulan kekerabatan dalam suatu masyarakat. Ada macam 2 adat menetap yang sering berlaku diBali yaitu adat virilokal adalah adat yang membenarkan pengantin baru menetap disekitar pusat kediaman kaum kerabat suami,dan adat neolokal adalah adat yang menentukan pengantin baru tinggal sendiri ditempat kediaman yang baru. Di Bali ada 3 kelompok klen utama (triwangsa) yaitu: Brahmana sebagai pemimpin upacara, Ksatria yaitu : kelompok-klompok khusus seperti arya Kepakisan dan Jaba yaitu sebagai pemimpin keagamaan.
c). Kemasyarakatan
Desa, suatu kesatuan hidup komunitas masyarakat bali mencakup pada 2 pengertian yaitu : desa adat dan desa dinas (administratif). Keduanya merupakan suatu kesatuan wilayah dalam hubungannya dengan keagamaan atau pun adat istiadat, sedangkan desa dinas adalah kesatuan admistratif. Kegiatan desa adat terpusat pada bidang upacara adat dan keagamaan, sedangkan desa dinas terpusat pada bidang administrasi, pemerintahan dan pembangunan.
E. MATA PENCAHARIAN
Pada umumnya masyarakat bali bermata pencaharian mayoritas bercocok tanam, pada dataran yang curah hujannya yang cukup baik, pertenakan terutama sapi dan babi sebagai usaha penting dalam masyarakat pedesaan di Bali, baik perikanan darat maupun laut yang merupakan mata pecaharian sambilan, kerajinan meliputi kerajinan pembuatan benda anyaman, patung, kain, ukir-ukiran, percetakaan, pabrik kopi, pabrik rokok, dll. Usaha dalam bidang ini untuk memberikan lapangan pekerjaan pada penduduk. Karena banyak wisatawan yang mengunjungi bali maka timbullah usaha perhotelan, travel, toko kerajinan tangan.
F. RELIGI
Agama yang di anut oleh sebagian orang Bali adalah agama Hindu sekitar 95%, dari jumlah penduduk Bali, sedangkan sisanya 5% adalah penganut agama Islam, Kristen, Katholik, Budha, dan Kong Hu Cu. Tujuan hidup ajaran Hindu adalah untuk mencapai keseimbangan dan kedamaian hidup lahir dan batin.orang Hindu percaya adanya 1 Tuhan dalam bentuk konsep Trimurti, yaitu wujud Brahmana (sang pencipta), wujud Wisnu (sang pelindung dan pemelihara), serta wujud Siwa (sang perusak). Tempat beribadah dibali disebut pura. Tempat-tempat pemujaan leluhur disebut sangga. Kitab suci agama Hindu adalah weda yang berasal dari India.
Orang yang meninggal dunia pada orang Hindu diadakan upacara Ngaben yang dianggap sanggat penting untuk membebaskan arwah orang yang telah meninggal dunia dari ikatan-ikatan duniawinya menuju surga. Ngaben itu sendiri adalah upacara pembakaran mayat. Hari raya umat agama hindu adalah Nyepi yang pelaksanaannya pada perayaan tahun baru saka pada tanggal 1 dari bulan 10 (kedasa), selain itu ada juga hari raya galungan, kuningan, saras wati, tumpek landep, tumpek uduh, dan siwa ratri.
Pedoman dalam ajaran agama Hindu yakni : (1).tattwa (filsafat agama), (2). Etika (susila), (3).Upacara (yadnya). Dibali ada 5 macam upacara (panca yadnya), yaitu (1). Manusia Yadnya yaitu upacara masa kehamilan sampai masa dewasa. (2). Pitra Yadnya yaitu upacara yang ditujukan kepada roh-roh leluhur. (3).Dewa Yadnya yaitu upacara yang diadakan di pura / kuil keluarga.(4).Rsi yadnya yaituupacara dalam rangka pelantikan seorang pendeta. (5). Bhuta yadnya yaitu upacara untuk roh-roh halus disekitar manusia yang mengganggu manusia.
KESENIAN
Bukan hanya keindahan alamnya saja yang menarik dari Bali, namun keagungan tradisi masyarakatnya juga banyak menarik bahkan banyak dikaji oleh orang-orang diluar Bali. Sebagaimana diketahui Bali memang kaya akan berbagai kesenian tradisional, pakaian adat, bahasa, dan tradisi keagamaan yang mewarnai realitas kehidupan masyarakat Bali. Ialah Tari Barong dan Tari Kecak yang menjadi salah satu tarian tradisional khas Bali yang sudah terkenal kemana-mana.
Apa menariknya dari kedua tarian ini? Kedua tarian ini bisa dikata sebagai ikon kesenian tradisional Bali yang diangkat ke level nasional bahkan internasional. Seringkali kedua tarian ini dijadikan sebagai media promosi efektif paket-paket wisata di Bali oleh berbagai agen dan biro perjalanan wisata. Bahkan hampir seluruh agen maupun biro perjalanan wisata ke Bali selalu mengajak tamunya untuk menyaksikan Tari Barong dan Tari Kecak ini.
Pada umumnya, kedua tarian ini diadakan oleh sebuah kelompok (Sakeha) seni tari tradisional yang ada di setia-setiap desa di Bali. Seperti di Desa Batubulan misalnya, terdapat beberapa Sakeha yang memiliki jenis tarian yang sama dengan Sekeha lainnya. Perbedaan diantara kelompok-kelompok itu ada pada bentuk pelayanan dan tempat pertunjukkannya saja. Pada setiap pertunjukkan di Batubulan, biasanya tarian pertama yang digelar adalah Tarian Barong yang digabung dengan Tari Keris sehingga keduanya dikenal dengan Tari Barong dan Tari Keris.
Tari Barong
Tari Barong mengambarkan pertarungan yang sengit antara kebaikan melawan kejahatan. Barong vs Rangda ialah dua eksponen yang saling kontradiktif satu dengan yang lainnya. Barong dilambangkan dengan kebaikan, dan lawannya Rangda ialah manifestasi dari kejahatan. Tari Barong biasanya diperankan oleh dua penari yang memakai topeng mirip harimau sama halnya dengan kebudayaan Barongsai dalam kebudayaan China. Sedangkan Rangda berupa topeng yang berwajah menyeramkan dengan dua gigi taring runcing di mulutnya.
Tari Kecak
Tari Kecak pertama kali diciptakan pada tahun 1930 yang dimainkan oleh laki-laki. Tari ini biasanya diperankan oleh banyak pemain laki-laki yang posisinya duduk berbaris membentuk sebuah lingkaran dengan diiringi oleh irama tertentu yang menyeruakan “cak” secara berulang-ulang, sambil mengangkat kedua tangannya. Tari Kecak ini menggambarkan kisah Ramayana di mana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana.
sumber : http://nadillaikaputri.wordpress.com/2012/11/19/kebudayaan-bali/
Bali berasal dari kata “Bal” dalam bahasa Sansekerta berarti “Kekuatan”, dan “Bali” berarti “Pengorbanan” yang berarti supaya kita tidak melupakan kekuatan kita. Supaya kita selalu siap untuk berkorban. Bali mempunyai 2 pahlawan nasional yang sangat berperan dalam mempertahankan daerahnya yaitu I Gusti Ngurah Rai dan I Gusti Ketut Jelantik.
Provinsi bali merupakan salah satu provinsi yang cukup terkenal di Indonesia karena merupakan salah satu aset devisa negara Indonesia yang cukup tinggi di bidang pariwisatanya. Ibukota Provinsi Bali adalah Denpasar. Provinsi bali sendiri tidak hanya terdiri dari pulau (dewata) Bali saja, namun juga terdiri dari banyak pulau yang lain, contohnya pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, dan lain – lain. Provinsi Bali secara astronomis terletak di 8° LS dan 115° BT. Daerah ini masih memiliki iklim tropis seperti Provinsi lainnya di Indonesia.
Secara geografis provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur, dan Selat Bali di sebelah barat, Laut Bali di sebelah utara, samudera hindia di sebelah selatan, dan Selat Lombok di sebelah timur. Penduduk Bali terdiri dari dua, yaitu penduduk asli Bali atau disebut juga Bali Aga (baca :bali age) dan penduduk bali keturunan Majapahit. Sedangkan kebudayaan Bali memiliki kebudayaan yang khas karena secara belum terpengaruhi oleh budaya lain.
Kebudayaan Bali pada hakikatnya dilandasi oleh nilai-nilai yang bersumber pada ajaran agama Hindu. Masyarakat Bali mengakui adanya perbedaaan ( rwa bhineda ), yang sering ditentukan oleh faktor ruang ( desa ), waktu ( kala ) dan kondisi riil di lapangan (patra ). Konsep desa, kala, dan patra menyebabkan kebudayaan Bali bersifat fleksibel dan selektif dalam menerima dan mengadopsi pengaruh kebudayaan luar. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa komunikasi dan interaksi antara kebudayaan Bali dan budaya luar seperti India (Hindu), Cina, dan Barat khususnya di bidang kesenian telah menimbulkan kreatifitas baru dalam seni rupa maupun seni pertunjukkan. Tema-tema dalam seni lukis, seni rupa dan seni pertunjukkan banyak dipengaruhi oleh budaya India. Demikian pula budaya Cina dan Barat/Eropa memberi nuansa batu pada produk seni di Bali. Proses akulturasi tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan Bali bersifat fleksibel dan adaptif khususnya dalam kesenian sehingga tetap mampu bertahan dan tidak kehilangan jati diri (Mantra 1996).
Kebudayaan Bali sesungguhnya menjunjung tinggi nilai-nilai keseimbangan dan harmonisasi mengenai hubungan manusia dengan Tuhan ( parhyangan ), hubungan sesama manusia (pawongan ), dan hubungan manusia dengan lingkungan ( palemahan ), yang tercermin dalam ajaran Tri Hita Karana (tiga penyebab kesejahteraan). Apabila manusia mampu menjaga hubungan yang seimbang dan harmonis dengan ketiga aspek tersebut maka kesejahteraan akan terwujud.
Selain nilai-nilai keseimbangan dan harmonisasi, dalam kebudayaan Bali juga dikenal adanya konsep tri semaya yakni persepsi orang Bali terhadap waktu. Menurut orang Bali masa lalu (athita ), masa kini ( anaghata ) dan masa yang akan datang ( warthamana ) merupakan suatu rangkaian waktu yang tidak dapt dipisahkan satu dengan lainnya. Kehidupan manusia pada saat ini ditentukan oleh hasil perbuatan di masa lalu, dan perbuatan saat ini juga menentukan kehidupan di masa yang akan datang. Dalam ajaran hukum karma phaladisebutkan tentang sebab-akibat dari suatu perbuatan, perbuatan yang baik akan mendapatkan hasil yang baik. Demikian pula seBaliknya, perbuatan yang buruk hasilnya juga buruk atau tidak baik bagi yang bersangkutan.
UNSUR – UNSUR BUDAYA
BAHASA
Bahasa Bali adalah sebuah bahasa Austronesia dari cabang Sundik dan lebih spesifik dari anak cabang Bali-Sasak. Bahasa ini terutama dipertuturkan di pulau Bali, pulau Lombok bagian barat, dan sedikit di ujung timur pulau Jawa. Di Bali sendiri Bahasa Bali memiliki tingkatan penggunaannya, misalnya ada yang disebut Bali Alus, Bali Madya dan Bali Kasar. Yang halus dipergunakan untuk bertutur formal misalnya dalam pertemuan di tingkat desa adat, meminang wanita, atau antara orang berkasta rendah dengan berkasta lebih tinggi. Yang madya dipergunakan di tingkat masyarakat menengah misalnya pejabat dengan bawahannya, sedangkan yang kasar dipergunakan bertutur oleh orang kelas rendah misalnya kaum sudra atau antara bangsawan dengan abdi dalemnya, Di Lombok bahasa Bali terutama dipertuturkan di sekitar kota Mataram, sedangkan di pulau Jawa bahasa Bali terutama dipertuturkan di beberapa desa di kabupaten Banyuwangi. Selain itu bahasa Osing, sebuah dialek Jawa khas Banyuwangi, juga menyerap banyak kata-kata Bali. Misalkan sebagai contoh kata osing yang berarti “tidak” diambil dari bahasa Bali tusing. Bahasa Bali dipertuturkan oleh kurang lebih 4 juta jiwa.
TEKNOLOGI
Masyarakat Bali telah mengenal dan berkembang system pengairan yaitu system subak yang mengatur pengairan dan penanaman di sawah-sawah. Dan mereka juga sudah mengenal arsitektur yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan yang menyerupai bangunan Feng Shui. Arsitektur merupakan ungkapan perlambang komunikatif dan edukatif. Bali juga memiliki senjata tradisional yaitu salah satunya keris. Selain untuk membela diri, menurut kepercayaan bila keris pusaka direndam dalam air putih dapat menyembuhkan orang yang terkena gigitan binatang berbisa.
D. ORGANISASI SOSIAL
a). Perkawinan
Rangkaian tahapan pernikahan adat Bali adalah sebagai berikut:
Upacara Ngekeb
Acara ini bertujuan untuk mempersiapkan calon pengantin wanita dari kehidupan remaja menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga memohon doa restu kepada Tuhan Yang Maha Esa agar bersedia menurunkan kebahagiaan kepada pasangan ini serta nantinya mereka diberikan anugerah berupa keturunan yang baik.
Setelah itu pada sore harinya, seluruh tubuh calon pengantin wanita diberi luluran yang terbuat dari daun merak, kunyit, bunga kenanga, dan beras yang telah dihaluskan. Dipekarangan rumah juga disediakan wadah berisi air bunga untuk keperluan mandi calon pengantin. Selain itu air merang pun tersedia untuk keramas.
Sesudah acara mandi dan keramas selesai, pernikahan adat bali akan dilanjutkan dengan upacara di dalam kamar pengantin. Sebelumnya dalam kamar itu telah disediakan sesajen. Setelah masuk dalam kamar biasanya calon pengantin wanita tidak diperbolehkan lagi keluar dari kamar sampai calon suaminya datang menjemput. Pada saat acara penjemputan dilakukan, pengantin wanita seluruh tubuhnya mulai dari ujung kaki sampai kepalanya akan ditutupi dengan selembar kain kuning tipis. Hal ini sebagai perlambang bahwa pengantin wanita telah bersedia mengubur masa lalunya sebagai remaja dan kini telah siap menjalani kehidupan baru bersama pasangan hidupnya.
Mungkah Lawang ( Buka Pintu )
Seorang utusan Mungkah Lawang bertugas mengetuk pintu kamar tempat pengantin wanita berada sebanyak tiga kali sambil diiringi oleh seorang Malat yang menyanyikan tembang Bali. Isi tembang tersebut adalah pesan yang mengatakan jika pengantin pria telah datang menjemput pengantin wanita dan memohon agar segera dibukakan pintu.
Upacara Mesegehagung
Sesampainya kedua pengantin di pekarangan rumah pengantin pria, keduanya turun dari tandu untuk bersiap melakukan upacara Mesegehagung yang tak lain bermakna sebagai ungkapan selamat datang kepada pengantin wanita. kemudian keduanya ditandu lagi menuju kamar pengantin. Ibu dari pengantin pria akan memasuki kamar tersebut dan mengatakan kepada pengantin wanita bahwa kain kuning yang menutupi tubuhnya akan segera dibuka untuk ditukarkan dengan uang kepeng satakan yang ditusuk dengan tali benang Bali dan biasanya berjumlah dua ratus kepeng
Madengen–dengen
Upacara ini bertujuan untuk membersihkan diri atau mensucikan kedua pengantin dari energi negatif dalam diri keduanya. Upacara dipimpin oleh seorang pemangku adat atau Balian
Mewidhi Widana
Dengan memakai baju kebesaran pengantin, mereka melaksanakan upacara Mewidhi Widana yang dipimpin oleh seorang Sulingguh atau Ida Peranda. Acara ini merupakan penyempurnaan pernikahan adat bali untuk meningkatkan pembersihan diri pengantin yang telah dilakukan pada acara – acara sebelumnya. Selanjutnya, keduanya menuju merajan yaitu tempat pemujaan untuk berdoa mohon izin dan restu Yang Kuasa. Acara ini dipimpin oleh seorang pemangku merajan
Mejauman Ngabe Tipat Bantal
Beberapa hari setelah pengantin resmi menjadi pasangan suami istri, maka pada hari yang telah disepakati kedua belah keluarga akan ikut mengantarkan kedua pengantin pulang ke rumah orang tua pengantin wanita untuk melakukan upacara Mejamuan. Acara ini dilakukan untuk memohon pamit kepada kedua orang tua serta sanak keluarga pengantin wanita, terutama kepada para leluhur, bahwa mulai saat itu pengantin wanita telah sah menjadi bagian dalam keluarga besar suaminya. Untuk upacara pamitan ini keluarga pengantin pria akan membawa sejumlah barang bawaan yang berisi berbagai panganan kue khas Bali seperti kue bantal, apem, alem, cerorot, kuskus, nagasari, kekupa, beras, gula, kopi, the, sirih pinang, bermacam buah–buahan serta lauk pauk khas bali.
b). Kekerabatan
Adat menetap diBali sesudah menikah mempengaruhi pergaulan kekerabatan dalam suatu masyarakat. Ada macam 2 adat menetap yang sering berlaku diBali yaitu adat virilokal adalah adat yang membenarkan pengantin baru menetap disekitar pusat kediaman kaum kerabat suami,dan adat neolokal adalah adat yang menentukan pengantin baru tinggal sendiri ditempat kediaman yang baru. Di Bali ada 3 kelompok klen utama (triwangsa) yaitu: Brahmana sebagai pemimpin upacara, Ksatria yaitu : kelompok-klompok khusus seperti arya Kepakisan dan Jaba yaitu sebagai pemimpin keagamaan.
c). Kemasyarakatan
Desa, suatu kesatuan hidup komunitas masyarakat bali mencakup pada 2 pengertian yaitu : desa adat dan desa dinas (administratif). Keduanya merupakan suatu kesatuan wilayah dalam hubungannya dengan keagamaan atau pun adat istiadat, sedangkan desa dinas adalah kesatuan admistratif. Kegiatan desa adat terpusat pada bidang upacara adat dan keagamaan, sedangkan desa dinas terpusat pada bidang administrasi, pemerintahan dan pembangunan.
E. MATA PENCAHARIAN
Pada umumnya masyarakat bali bermata pencaharian mayoritas bercocok tanam, pada dataran yang curah hujannya yang cukup baik, pertenakan terutama sapi dan babi sebagai usaha penting dalam masyarakat pedesaan di Bali, baik perikanan darat maupun laut yang merupakan mata pecaharian sambilan, kerajinan meliputi kerajinan pembuatan benda anyaman, patung, kain, ukir-ukiran, percetakaan, pabrik kopi, pabrik rokok, dll. Usaha dalam bidang ini untuk memberikan lapangan pekerjaan pada penduduk. Karena banyak wisatawan yang mengunjungi bali maka timbullah usaha perhotelan, travel, toko kerajinan tangan.
F. RELIGI
Agama yang di anut oleh sebagian orang Bali adalah agama Hindu sekitar 95%, dari jumlah penduduk Bali, sedangkan sisanya 5% adalah penganut agama Islam, Kristen, Katholik, Budha, dan Kong Hu Cu. Tujuan hidup ajaran Hindu adalah untuk mencapai keseimbangan dan kedamaian hidup lahir dan batin.orang Hindu percaya adanya 1 Tuhan dalam bentuk konsep Trimurti, yaitu wujud Brahmana (sang pencipta), wujud Wisnu (sang pelindung dan pemelihara), serta wujud Siwa (sang perusak). Tempat beribadah dibali disebut pura. Tempat-tempat pemujaan leluhur disebut sangga. Kitab suci agama Hindu adalah weda yang berasal dari India.
Orang yang meninggal dunia pada orang Hindu diadakan upacara Ngaben yang dianggap sanggat penting untuk membebaskan arwah orang yang telah meninggal dunia dari ikatan-ikatan duniawinya menuju surga. Ngaben itu sendiri adalah upacara pembakaran mayat. Hari raya umat agama hindu adalah Nyepi yang pelaksanaannya pada perayaan tahun baru saka pada tanggal 1 dari bulan 10 (kedasa), selain itu ada juga hari raya galungan, kuningan, saras wati, tumpek landep, tumpek uduh, dan siwa ratri.
Pedoman dalam ajaran agama Hindu yakni : (1).tattwa (filsafat agama), (2). Etika (susila), (3).Upacara (yadnya). Dibali ada 5 macam upacara (panca yadnya), yaitu (1). Manusia Yadnya yaitu upacara masa kehamilan sampai masa dewasa. (2). Pitra Yadnya yaitu upacara yang ditujukan kepada roh-roh leluhur. (3).Dewa Yadnya yaitu upacara yang diadakan di pura / kuil keluarga.(4).Rsi yadnya yaituupacara dalam rangka pelantikan seorang pendeta. (5). Bhuta yadnya yaitu upacara untuk roh-roh halus disekitar manusia yang mengganggu manusia.
KESENIAN
Bukan hanya keindahan alamnya saja yang menarik dari Bali, namun keagungan tradisi masyarakatnya juga banyak menarik bahkan banyak dikaji oleh orang-orang diluar Bali. Sebagaimana diketahui Bali memang kaya akan berbagai kesenian tradisional, pakaian adat, bahasa, dan tradisi keagamaan yang mewarnai realitas kehidupan masyarakat Bali. Ialah Tari Barong dan Tari Kecak yang menjadi salah satu tarian tradisional khas Bali yang sudah terkenal kemana-mana.
Apa menariknya dari kedua tarian ini? Kedua tarian ini bisa dikata sebagai ikon kesenian tradisional Bali yang diangkat ke level nasional bahkan internasional. Seringkali kedua tarian ini dijadikan sebagai media promosi efektif paket-paket wisata di Bali oleh berbagai agen dan biro perjalanan wisata. Bahkan hampir seluruh agen maupun biro perjalanan wisata ke Bali selalu mengajak tamunya untuk menyaksikan Tari Barong dan Tari Kecak ini.
Pada umumnya, kedua tarian ini diadakan oleh sebuah kelompok (Sakeha) seni tari tradisional yang ada di setia-setiap desa di Bali. Seperti di Desa Batubulan misalnya, terdapat beberapa Sakeha yang memiliki jenis tarian yang sama dengan Sekeha lainnya. Perbedaan diantara kelompok-kelompok itu ada pada bentuk pelayanan dan tempat pertunjukkannya saja. Pada setiap pertunjukkan di Batubulan, biasanya tarian pertama yang digelar adalah Tarian Barong yang digabung dengan Tari Keris sehingga keduanya dikenal dengan Tari Barong dan Tari Keris.
Tari Barong
Tari Barong mengambarkan pertarungan yang sengit antara kebaikan melawan kejahatan. Barong vs Rangda ialah dua eksponen yang saling kontradiktif satu dengan yang lainnya. Barong dilambangkan dengan kebaikan, dan lawannya Rangda ialah manifestasi dari kejahatan. Tari Barong biasanya diperankan oleh dua penari yang memakai topeng mirip harimau sama halnya dengan kebudayaan Barongsai dalam kebudayaan China. Sedangkan Rangda berupa topeng yang berwajah menyeramkan dengan dua gigi taring runcing di mulutnya.
Tari Kecak
Tari Kecak pertama kali diciptakan pada tahun 1930 yang dimainkan oleh laki-laki. Tari ini biasanya diperankan oleh banyak pemain laki-laki yang posisinya duduk berbaris membentuk sebuah lingkaran dengan diiringi oleh irama tertentu yang menyeruakan “cak” secara berulang-ulang, sambil mengangkat kedua tangannya. Tari Kecak ini menggambarkan kisah Ramayana di mana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana.
sumber : http://nadillaikaputri.wordpress.com/2012/11/19/kebudayaan-bali/
Kebudayaan Kalimantan Tengah
![]() |
| Mandau |
Kalimantan
adalah salah satu dari 5 pulau besar yang ada di Indonesia. Sebenarnya
pulau ini tidak hanya merupakan “daerah asal” orang Dayak semata karena
di sana ada orang Banjar (Kalimantan Selatan) dan orang Melayu. Di
kalangan orang Dayak sendiri, satu dengan lainnya menumbuh-kembangkan
kebudayaan tersendiri. Namun demikian, satu dengan lainnya mengenal atau
memiliki senjata khas Dayak yang disebut sebagai mandau. Dalam
kehidupan sehari-hari senjata ini tidak lepas dari pemiliknya. Artinya,
kemanapun sang pemilik pergi mandau akan selalu dibawa karena berfungsi
sebagai simbol kehormatan atau jati diri.
Zaman dahulu mandau dianggap memiliki
unsur magis dan hanya digunakan dalam acara ritual tertentu seperti
perang, pengayauan, perlengkapan tarian adat, dan perlengkapan upacara.
Mandau dipercayai memiliki
tingkat-tingkat keampuhan atau kesaktian. Kekuatan saktinya itu tidak
hanya diperoleh dari proses pembuatannya yang melalui ritual-ritual
tertentu, tetapi juga dalam tradisi pengayauan (pemenggalan kepala
lawan). Ketika itu (sebelum abad ke-20) semakin banyak orang yang
berhasil di-kayau, maka mandau yang digunakannya semakin sakti. Biasanya
sebagian rambutnya digunakan untuk menghias gagang mandau. Mereka
percaya bahwa orang yang mati karena di-kayau, rohnya akan mendiami
mandau tersebut sehingga menjadi sakti. Namun, saat ini fungsi mandau
sudah berubah, yaitu sebagai benda seni dan budaya, cinderamata, barang
koleksi serta senjata untuk berburu, memangkas semak belukar dan
bertani.
Struktur Mandau
1. Bilah Mandau
Bilah mandau terbuat dari lempengan besi yang ditempa berbentuk pipih-panjang seperti parang dan berujung runcing (menyerupai paruh yang bagian atasnya berlekuk datar). Salah satu sisi mata bilahnya diasah tajam, sedangkan sisi lainnya dibiarkan sedikit tebal dan tumpul. Ada beberapa jenis bahan yang dapat digunakan untuk membuat mandau, yaitu besi montallat, besi matikei, dan besi baja yang diambil dari per mobil, bilah gergaji mesin, cakram kendaraan, dan lain sebagainya. Konon, mandau yang paling baik mutunya adalah yang dibuat dari batu gunung yang dilebur khusus sehingga besinya sangat kuat dan tajam serta hiasannya diberi sentuhan emas, perak, atau tembaga. Mandau jenis ini hanya dibuat oleh orang-orang tertentu.
Bilah mandau terbuat dari lempengan besi yang ditempa berbentuk pipih-panjang seperti parang dan berujung runcing (menyerupai paruh yang bagian atasnya berlekuk datar). Salah satu sisi mata bilahnya diasah tajam, sedangkan sisi lainnya dibiarkan sedikit tebal dan tumpul. Ada beberapa jenis bahan yang dapat digunakan untuk membuat mandau, yaitu besi montallat, besi matikei, dan besi baja yang diambil dari per mobil, bilah gergaji mesin, cakram kendaraan, dan lain sebagainya. Konon, mandau yang paling baik mutunya adalah yang dibuat dari batu gunung yang dilebur khusus sehingga besinya sangat kuat dan tajam serta hiasannya diberi sentuhan emas, perak, atau tembaga. Mandau jenis ini hanya dibuat oleh orang-orang tertentu.
Pembuatan bilah mandau diawali dengan
membuat bara api di dalam sebuah tungku untuk memuaikan besi. Kayu yang
digunakan untuk membuat bara api adalah kayu ulin karena dapat
menghasilkan panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kayu
lainnya. Setelah kayu menjadi bara, maka besi yang akan dijadikan bilah
mandau ditaruh diatas bara tersebut agar memuai. Kemudian, ditempa
menggunakan palu.
Penempaan dilakukan secara
berulang-ulang hingga mendapatkan bentuk bilah mandau yang diinginkan.
Setelah bilah terbentuk, tahap selanjutnya adalah membuat hiasan berupa
lekukan dan gerigi pada mata mandau serta lubang-lubang pada bilah
mandau. Konon, banyaknya lubang pada sebuah mandau mewakili banyaknya
korban yang pernah kena tebas mandau tersebut. Cara membuat hiasan sama
dengan cara membuat bilah mandau, yaitu memuaikan dan menempanya dengan
palu berulang-ulang hingga mendapatkan bentuk yang diinginkan. Setelah
itu, barulah bilah mandau dihaluskan dengan menggunakan gerinda.
2. Gagang (Hulu Mandau)
Gagang (hulu mandau) terbuat dari tanduk rusa yang diukir menyerupai kepala burung. Seluruh permukaan gagangnya diukir dengan berbagai motif seperti kepala naga, paruh burung, pilin, dan kait. Pada ujung gagang ada pula yang diberi hiasan berupa bulu binatang atau rambut manusia. Bentuk dan ukiran pada gagang mandau ini dapat membedakan tempat asal mandau dibuat, suku, serta status sosial pemiliknya.
Gagang (hulu mandau) terbuat dari tanduk rusa yang diukir menyerupai kepala burung. Seluruh permukaan gagangnya diukir dengan berbagai motif seperti kepala naga, paruh burung, pilin, dan kait. Pada ujung gagang ada pula yang diberi hiasan berupa bulu binatang atau rambut manusia. Bentuk dan ukiran pada gagang mandau ini dapat membedakan tempat asal mandau dibuat, suku, serta status sosial pemiliknya.
3. Sarung Mandau
Sarung mandau (kumpang) biasanya terbuat dari lempengan kayu tipis. Bagian atas dilapisi tulang berbentuk gelang. Bagian tengah dan bawah dililit dengan anyaman rotan sebagai penguat apitan. Sebagai hiasan, biasanya ditempatkan bulu burung baliang, burung tanyaku, manik-manik dan terkadang juga diselipkan jimat. Selain itu, mandau juga dilengkapi dengan sebilah pisau kecil bersarung kulit yang diikat menempel pada sisi sarung dan tali pinggang dari anyaman rotan.
Sarung mandau (kumpang) biasanya terbuat dari lempengan kayu tipis. Bagian atas dilapisi tulang berbentuk gelang. Bagian tengah dan bawah dililit dengan anyaman rotan sebagai penguat apitan. Sebagai hiasan, biasanya ditempatkan bulu burung baliang, burung tanyaku, manik-manik dan terkadang juga diselipkan jimat. Selain itu, mandau juga dilengkapi dengan sebilah pisau kecil bersarung kulit yang diikat menempel pada sisi sarung dan tali pinggang dari anyaman rotan.
Nilai Budaya
Pembuatan mandau, jika dicermati secara seksama mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antara lain keindahan (seni), ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Nilai keindahan tercermin dari bentuk-bentuk mandau yang dibuat sedemikian rupa, sehingga memancarkan keindahan. Sedangkan, nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tercermin dari proses pembuatannya yang memerlukan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Tanpa nilai-nilai tersebut tidak mungkin akan terwujud sebuah mandau yang indah.
Talawang
Talawang adalah alat yang digunakan oleh suku Dayak untuk pertahanan diri atau pelindung diri dari serangan musuh.
Talawang
dibuat dari bahan kayu yang ringan tetapi kuat. Bentuknya segi enam
memanjang dengan ukuran panjang kurang lebih 1 meter dan lebarnya kurang
lebih 0,5 meter dengan perkiraan dapat menutupi dada manusia guna
menangkis mandau atau tombak musuh apabila terjadi perkelahian dalam
perang. Keseluruhan bidang depan talawang biasanya diukir bentuk topeng
(hudo), lidah api, dan pilin ganda.
Selain sebagai pelengkap alat pertahanan diri, talawang juga digunakan sebagai pelengkap dalam tari-tarian.
sumber : http://lelosusilo.wordpress.com/kebudayaan-kalimantan-tengah/
sumber : http://lelosusilo.wordpress.com/kebudayaan-kalimantan-tengah/
Kebudayaan Sumatera Barat
Kawasan Sumatera Barat pada masa lalu merupakan bagian dari Kerajaan Pagaruyung.
Namun wilayah Sumatera Barat saat ini tidak mencerminkan keseluruhan
luas dari wilayah Kerajaan pagaruyung. Hal ini tidak terlepas dari
penguasaan penjajah yang telah memecah wilayah Pagaruyung hingga
menyisakan sebatas wilayah Provinsi Sumatera Barat yang dikenal saat
ini.
Bermula dari pemerintahan kolonial Inggris di
Sumatera pada tahun 1811 yang memilih pusat pemerintahannya di
Bengkulu. Wilayah Pagaruyung saat itu dimasukkan dalam wilayah pesisir
Barat (West Coast region). Sebuah wilayah yang membentang dari bagian
Selatan Lampung sampai ke Singkil di bagian pesisir Barat Aceh. Gubernur
Jenderal Raffles membentuk
kesatuan wilayah ini setelah melihat fakta rangkaian mata rantai
sebaran etnis Minang pesisir yang tidak terputus di sepanjang pesisir
Barat Sumatera pada masa itu. Setelah penyerahan wilayah Sumatera kepada Kerajaan Belanda pasca rekapitulasi Napoleon di Eropa, Inggris hanya menyisakan wilayah Bengkulu sebagai
basisnya di Sumatera yang berakses ke Samudera Hindia. Dalam hal ini
penentuan batas Bengkulu dilakukan sepihak oleh Inggris dengan
memasukkan wilayah Minangkabau Mukomuko dalam administrasi Bengkulu. Setelah penyerahan Bengkulu kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda tahun 1824, wilayah Mukomuko tetap dipertahankan dalam administratif Bengkulu.
Sumatera
Barat terletak di pesisir barat bagian tengah pulau Sumatera, memiliki
dataran rendah di pantai barat, serta dataran tinggi vulkanik yang
dibentuk oleh Bukit Barisan. Garis pantai provinsi ini seluruhnya bersentuhan dengan Samudera Hindia sepanjang 375 km. Kepulauan Mentawai yang terletak di Samudera Hindia dan beberapa puluh kilometer dari lepas pantai Sumatera Barat termasuk dalam provinsi ini.
Sumatera Barat memiliki beberapa danau, di antaranya adalah danau Singkarak yang membentang di kabupaten Solok dan kabupaten Tanah Datar dengan luas 130,1 km², danau Maninjau di kabupaten Agam dengan luas 99,5 km², dan danau Kembar di kabupaten Solok yakni danau Diatas dengan luas 31,5 km², dan danau Dibawah dengan luas 14,0 km² .
Beberapa sungai besar di pulau Sumatera berhulu di provinsi ini, di antaranya adalah sungai Siak, sungai Rokan, sungai Inderagiri (disebut sebagaiBatang Kuantan di bagian hulunya), sungai Kampar, dan Batang Hari.
Semua sungai ini bermuara di pantai timur Sumatera, di provinsi Riau
dan Jambi. Sementara sungai-sungai yang bermuara di provinsi ini
berjarak pendek, di antaranya adalah Batang Anai, Batang Arau, dan Batang Tarusan.
Sumatera Barat memiliki 29 gunung yang tersebar di 7 kabupaten dan kota. Beberapa di antaranya adalah gunung Talamau di kabupaten Pasaman Baratyang merupakan gunung tertinggi di provinsi ini dengan ketinggian 2.913 meter, gunung Marapi di kabupaten Agam dengan ketinggian 2.891 m, gunung Sago di kabupaten Lima Puluh Kota dengan ketinggian 2.271 m, gunung Singgalang di kabupaten Agam dengan ketinggian 2.877 m, gunung Tandikat dikabupaten Padang Pariaman dengan ketinggian 2.438 m, gunung Talang di kabupaten Solok dengan ketinggian 2.572 m, dan gunung Pasaman di kabupaten Pasaman Barat dengan ketinggian 2.190 m.
Propinsi
Sumatera Barat memiki aneka ragam budaya yang menarik. Kekayaan budaya
Sumatera Barat tersebut meliputi tarian tradisional hingga adat istiadat
yang ada di Sumbar.
Kekayaan
seni budaya Indonesia yang berasal dari Sumatera Barat ini harus terus
di lestarikan dan harus mendapat perhatian lebih oleh pemerintah
setempat khususnya sehingga nantinya bisa menarik wisatawan. Kebudayaan
Sumatera Barat harus diperkenalkan dan dipromosikan karena bagian dari
kekayaan budaya indonesia. Salah satu even untuk mempromosikan budaya
Sumbar adalah dengan terselenggaranya Pekan Budaya Sumatera Barat.
Selain mengenalkan budaya propinsi Sumbar kepada masyarakat lokal juga
untuk wisatawan yang berkunjung ke propinsi ini.
Daftar kebudayaan Sumatera Barat :
Rumah adat Sumatera Barat
Rumah
Gadang merupakan Rumah adat yang berasal dari Sumatera Barat, berasal
dari suku Minangkabau. Rumah adat ini biasanya didirikan diatas tanah
milik keluarga induk dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun.
Bentuk
Rumah Gadang ini empat persegi panjang dan terbagi atas dua bagian
yaitu muka dan belakang, Rumah Gadang terbuat dari bahan kayu, dan kalu
di lihat sekilas hampir menyerupai rumah panggung. Salah satu kekhasan
dari rumah adat ini dalam proses pembuatannya adalah tidak memakai paku
besi tapi hanya menggunakan pasak yang terbuat dari bahan kayu.
Seni Tari Sumatera Barat
Seni
tari tradisional yang berasal dari Sumatera Barat biasanya berasal dari
adat budaya suku Minangkabau serta etnis Mentawai. Seni tari dari
Minangkabau umumnya sangat dipengaruhi oleh agama Islam. Terdapat
beberapa tarian daerah seperti Tari Pasambahan, Tari Piring, Tari Payung
dan Tari Indang.
Bahasa yang digunakan dalam keseharian ialah bahasa daerah yaitu Bahasa Minangkabau yang memiliki beberapa dialek, seperti dialek Bukittinggi, dialekPariaman, dialek Pesisir Selatan, dan dialek Payakumbuh. Di daerah Pasaman dan Pasaman Barat yang berbatasan dengan Sumatera Utara, dituturkan juga Bahasa Batak dan Bahasa Melayu dialek Mandailing. Sementara itu di daerah kepulauan Mentawai digunakanBahasa Mentawaisuntin
Islam adalah agama mayoritas yang dipeluk oleh sekitar 98% penduduk Sumatera Barat, yang kebanyakan pemeluknya adalah orang Minangkabau. Selain itu ada juga yang beragama Kristen terutama di kepulauan Mentawai sekitar 1,6%, Buddha sekitar 0,26%, dan Hindu sekitar 0,01%, yang dianut oleh penduduk bukan orang Minangkabau.
Berbagai tempat ibadah yang dapat dijumpai di setiap kabupaten dan kota di Sumatera Barat didominasi oleh masjid dan musala. Masjid terbesar adalah Masjid Raya Sumatera Barat di kota Padang yang saat ini pembangunannya masih dalam tahap penyelesaian. Sedangkan masjid tertua di antaranya adalah Masjid Raya Ganting di kota Padang dan Masjid Tuo Kayu Jao dikabupaten Solok.
Arsitektur khas Minangkabau mendominasi baik bentuk masjid maupun
musala. Seperti masjid Raya Sumatera Barat yang memiliki bangunan
berbentuk gonjong, dihiasi ukiran Minang sekaligus kaligrafi, dan tidak memiliki kubah. Ada juga masjid dengan atap yang terdiri dari 3 sampai 5 lapis yang makin ke atas makin kecil dan sedikit cekung seperti Masjid Tuo Kayu Jao.
Mayoritas penduduk Sumatera Barat merupakan suku Minangkabau. Di daerah Pasaman selain suku Minang berdiam pula suku Batak dan suku Mandailing.Suku Mentawai terdapat di Kepulauan Mentawai. Di beberapa kota di Sumatera Barat terutama kota Padang terdapat etnis Tionghoa, Tamil dan suku Niasdan di beberapa daerah transmigrasi seperti di (Sitiung, Lunang Silaut, Padang Gelugur dan lainnya) terdapat pula suku Jawa. Sebagian diantaranya adalah keturunan imigran berdarah Jawa dari Suriname yang memilih kembali ke Indonesia pada masa akhir tahun 1950an. Oleh Presiden Soekarno saat
itu diputuskan mereka ditempatkan di sekitar daerah Sitiung. Hal ini
juga tidak lepas dari aspek politik pemerintah pusat pasca rekapitulasi PRRI diProvinsi Sumatera Barat yang juga baru dibentuk saat itu.
SEJARAH SULAWESI SELATAN
Provinsi Sulawesi Selatan dibentuk tahun 1964. Sebelumnya Sulawesi Selatan tergabung dengan Sulawesi Tenggara di dalam Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara. Pembentukan provinsi ini berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964
Periode terpenting sejarah Sulawesi Selatan adalah pada abad ke 14. Pada saat itu berdiri kerajaan-kerajaan yang cukup terkenal, seperti Kerajaan Luwu di bawah pemerintahan dinasti Tomanurung Simpuru Siang, Kerajaan Gowa, Kerajaan Bone di bawah dinasti ManurungE, Kerajaan Soppeng di bawah pemerintahan Raja To ManurungE ri Dekkannyili, dan Kerajaan Tallo dengan raja pertamanya KaraEng Loe ri Sero.
Pada tahun 1538, Gowa mulai bersentuhan dengan orang-orang Eropa. Pada tahun tersebut bangsa Portugis mendarat di Bandar Niaga Makassar dan menghadap Raja Gowa IX Tumapa'risi Kallona. Kadatangan bangsa Eropa ini selain untuk tujuan berdagang juga melakukan penyebaran agama Katolik, misalnya dilakukan oleh Antonio de Payya yang menyebarkan Katolik di Parepare.
Pada tahun 1562 terjadi peperangan yang dahsyat antara kerajaan Bone dan Gowa. Raja Gowa menyerang Bone karena merasa telah dicampuri urusan dalam negerinya. Pada akhir perang, pasukan Bone berhasil memaksa pasukan Gowa mundur setelah melukai raja mereka. Kurang lebih dua tahun setelah peperangan tersebut, raja Gowa Tunipallangga kembali menyerang Bone. Namun dalam peperangan, raja Gowa jatuh sakit dan terpaksa mundur dan kembali ke Gowa. Dia meninggal dunia sesampainya di Gowa. Peperangan melawan Bone dilanjutkan oleh penerusnya, yaitu, I Tajibarani. Tajibarani akhirnya tewas dalam peperangan itu. Perang kemudian diakhiri dengan perundingan damai yang dikenal dengan "Ulukanaya ri Caleppa". Bone mendapat semua daerah di sebelah utara sungai Tangka, serta semua daerah di sebelah timur sungai WalanaE sampai di Ulaweng dan wilayah Cenrana.
KESENIAN SULAWESI SELATAN
Kesenian Sulawesi Selatan di kenal sebagai kebudayaan tinggi dalam konteks kekinian. Karena pada dasarnya, seni tidak hanya menyentuh aspek bentuk (morfologis), tapi lebih dari itu dia mampu memberikan konstribusi psikologis. Disamping memberikan kesadaran estetis, juga mampu melahirkan kesadaran etis. Diantara kedua nilai tersebut, tentunya tidak terlepas dari sejauhmana masyarakat kesenian (public art) mampu mengapresiasi dan menginterpretasikan makna dan simbol dari sebuah pesan yang dituangkan dalam karya seni.
Berbicara tentang estetika, seolah kita terjebak pada suatu narasi yang menghantarkan kita pada pemenuhan pelipur lara semata, misalnya: gaya hidup, hiburan dan relaksasi. Kita lupa bahwa seni merupakan variabel yang dapat membentuk kesadaran sosial sekaligus kesadaran religius masyarakat. Di Sulawesi Selatan, nilai kekhasan kesenian dapat dikatakan sebagai sebuah wasiat kebudayaan yang menggiring kita pada lokal values (kearifan). Dibutuhkan pelurusan makna seni melalui aspek keilmuan agar dia tidak terjebak dalam arus kepentingan politik dan industri semata.
Klasifikasi Masyarakat Seni
Arnold Hausser, seorang filosof sekaligus sosiolog seni asal Jerman mengindentifikasi bahwa masyarakat seni terbagi menjadi empat golongan. Yang pertama: Budaya Masyarakat Seni Elit, yaitu masyarakat seni intelektual yang banyak memberikan konstribusi perkembangan seni dalam suatu daerah. Masyarakat seni elit inilah yang banyak memberikan literature dan kajian holistik agar perkembangan seni dapat berjalan sesuai dengan konteks keilmuan, termasuk pakar kesenian, akademisi dan kritikus seni. Kedua: Budaya Masyarakat Seni Populer, yaitu masyarakat seni intelektual yang hanya mengedepankan kepentingan subjektifitas terhadap kebutuhan estetik yang berjalan sesuai dengan konteks (zaman). Masyarakat seni ini biasanya terdapat dari golongan mapan yang dis-orientasi seni, misalnya dokter, pengusaha, dan politikus. Ketiga: Budaya Masyarakat Seni Massa. Yaitu budaya masyarakat golongan menengah kebawah, biasanya golongan ini hanya mementingkan aspek kesenangan dan mudah larut dalam perkembangan peradaban. Dia senantiasa menikmati hidangan produk-produk kesenian tanpa memikirkan dampak akibatnya terhadap masyarakat luas. Dan yang keempat: Budaya Masyarakat Seni Rakyat. Masyarakat seni ini terbentuk secara spontanitas melalui kepolosan. Golongan ini juga senantiasa mempertahankan wasiat seni para leluhurnya. Dari sinilah budaya masyarakat seni elit memperoleh referensi dan inspirasi dalam memperkaya kajian kesenian dalam aspek kebudayaan.
KEBUDAYAAN SULAWESI SELATAN
Budaya Sulawesi Selatan Seni Kebudayaan Daerah Sulsel - Mengenal budaya propinsi Sulawesi Selatan berarti mengenal adat kebudayaan yang ada di seluruh daerah Sulawesi Selatan.
Di Sulsel terdapat Banyak suku/etnis tapi yang paling mayoritas ada 3 kelompok etnis yaitu Makassar, Bugis dan Toraja. DEmikian juga dalam pemakaian bahasa sehari-hari ke 3 etnis tersebut lebih dominan. Kebudayaan yang paling terkenal bahkan hingga ke luar negeri adalah budaya dan adat Tanah Toraja yang sangat khas dan sangat menarik.
Lagu daerah propinsi Sulawesi Selatan yang sangat populer dan sering dinyanyikan di antaranya adalah lagu yang berasal dari Makasar yaitu lagu Ma Rencong-rencong, lagu Pakarena serta lagu Anging Mamiri. Sedangkan lagu yang berasal dari etnis Bugis adalah lagu Indo Logo, serta lagu Bulu Alaina Tempe. Sedangkan lagu yang berasal dari Tana Toraja adalah lagu Tondo.
Untuk rumah tradisional atau rumah adat di propinsi Sulawesi Selatan yang berasal dari Bugis, Makassar dan Tana toraja dari segi arsitektur tradisional ke tiga daerah tersebut hampir sama bentuknya. Rumah-rumah adat tersebut dibangun di atas tiang-tiang sehingga rumah adat yang ada di sana mempunyai kolong di bawah rumahnya. Tinggi kolong rumah adat tersebut disesuaikan untuk tiap tingkatannya dengan status sosial pemilik rumah, misalnya apakah seorang raja, bangsawan, orang berpangkat atau hanya rakyat biasa.
Hampir semua masyarakat Sulsel percaya kalau selama ini penghuni pertama zaman prasejarah di Sulawesi Selatan adalah orang Toale. Hal ini di dasarkan pada temuan Fritz dan Paul Sarasin tentang orang Toale (orang-orang yang tinggal di hutan/penghuni hutan).
Salah satu upacara adat yang terkenal yang terdapat di Sulawesi Selatan ada di Tanah Toraja (Tator) Upacara adat tradisional tersebut bernama upacara Rambu Solo (merupakan upacara dukacita/kematian). Upacara Rambu Solo merupakan upacara besar sebagai ungkapan rasa dukacita yang sangat mendalam.
Beberapa tarian yang ada di sulawesi selatan :
tari Pakkarena
tari Angin Mamiri
tari Paddupa
Pakaian Daerah Sulsel : Bugis dan Makassar : Baju Bodo dan Jas Tutup, Baju La'bu
Lagu Daerah Silawesi Slatan : Angin Mamiri, Ma Rencong,
OBJEK WISATA TERKENAL DI SUL-SEL
Fort Rotterdam
Salah satu benda cagar berarsitektur Belanda yang dilindungi adalah bangunan yang ada didalam Benteng Rotterdam, benteng ini dibangun sebagai basis pertahanan dipinggir lautan Makassar. Pada tahun 1545 ditempat ini berdiri dengan kokoh benteng gaya arsitek setempat yaitu Kerajaan Gowa lalu kemudian dihancurkan oleh Belanda dan dibangunlah benteng baru yang dapat kita lihat sekarang, peristiwa tersebut dicatat dalam sejarah akibat adanya bentuk perjanjian Bungaya pada tahun 1667 yang didalangi oleh siasat Belanda. Sebagaian dari serpiha reruntuhan tmbok benteng tidak direnovasi dengan alasan sebagai alat pembanding dengan dinding yang direnovasi.
Pantai Losari
Keindahan pantai yang terletak di sebelah barat Makassar ini memang sungguh mempesona, terlebih ketika matahari terbenam di senja hari.
Semburat merah jingga dari mentari yang akan rebah di kaki cakrawala memantul pada laut di hadapan pantai Losari, membawa nuansa dan pesona tersendiri bagi yang menyaksikannya. Beberapa perahu nelayan kecil nampak di kejauhan, kian memperkaya warna senja yang luruh di sana. Dan debur ombak yang menerpa lembut tanggul pantai bagaikan musik syahdu yang membawa suasana terasa kian sentimental diiringi hembusan angin sepoi-sepoi dari arah laut. Banyak fotografer yang mengabadikan kejadian ini untuk menyimpan kenangan keindahannya, akan senyum senja Pantai Losari., dan mungkin juga tempat curhat muda mudi , santai keluarga di Pantai Losari.
Pantai yang juga merupakan landmark Kota Makassar ini memang menawarkan keindahan yang sangat eksotis, terutama saat menyaksikan pemandangan matahari terbenam ketika petang menjelang.
Dahulu , sejumlah pedagang makanan bertenda berderet sepanjang kurang lebih satu kilometer di pesisir Pantai Losari. Sampai-sampai ada yang sempat menjuluki sebagai “meja makan terpanjang di dunia”. Hidangan yang disajikan pun sangat beragam, namun kebanyakan didominasi oleh makanan laut dan ikan bakar.
Salah satu hidangan khas dan unik di Pantai Losari adalah Pisang Epe’. Jenis makanan ini berupa pisang mentah dibakar, lalu dibuat pipih kemudian diberi kuah air gula merah. Untuk menambah aroma dan kenikmatan, biasanya sang penjual menambahkan durian pada campuran kuah gula merah tadi. Inilah makanan favorit saya sembari menikmati semilir angin senja yang sejuk membelai tubuh.
Saat ini warung-warung tenda yang menjajakan makanan laut tersebut telah dipindahkan ke sebuah tempat di depan rumah jabatan Walikota Makassar yang juga masih berada di sekitar Pantai Losari.
Seusai menikmati senja, tak usah risau untuk mencari tempat mengisi perut yang lapar. Dengan hanya berjalan kaki sekitar 5 menit dari Pantai Losari, anda akan menemukan pusat jajanan “tanah Anging Mammiri” di Pantai Laguna. Mulai sop konro, coto Makassar, sop Saudara, sop pallubasa, pallu mara dan ikan bakar, pisang epe, es pisang ijo, pallubutung, sari laut, bakso, nasi goreng, mie kering dan capcai bisa Anda temukan pada ratusan gerobak yang mangkal di sana. Harganya pun relatif murah
menikmati becak khas Makassar menyusuri sepanjang pinggir pantai. Sarana transportasi yang sudah hampir langka ini masih bisa kita jumpai di sana. Rasakan sensasi naik becak dengan kayuhan roda si “daeng” seraya menikmati hempasan angin lembut yang menerpa dari arah depan.
Pantai Losari tak hanya bergeliat di senja hari. Setiap minggu pagi, di sepanjang Jalan Penghibur yang tepat berada di pinggir pantai, ramai oleh orang yang berolahraga, mulai dari jogging, senam, bersepeda atau hanya sekadar jalan-jalan menikmati segarnya udara pagi. Berbagai jajanan dan aneka makanan tradisional tersedia, seperti bubur ayam, bubur kacang ijo, empek-empek Palembang, es pallubutung, es pisang ijo, soto ayam, gado-gado atau lontong sayur. Bagi Anda yang akan mencicipi tidak perlu merogoh kocek dalam-dalam, cukup dengan Rp 4000 sampai Rp 6000 per porsi untuk setiap hidangan sarapan pagi ini.
Tidak terlalu sulit untuk mencapai Pantai Losari karena tempat ini termasuk berada di pusat Kota Makassar. Sejumlah angkutan umum melintasi jalur Jalan Penghibur yang berada di pinggiran Pantai Losari. Sejak direnovasi pada 2006, Pantai Losari kian bersolek, semakin bersih dan indah, sebagai salah satu ikon andalan pariwisata Kota Makassar.
Jadi tak lengkap rasanya, bila anda ke Makassar tidak mampir ke Pantai Losari dan menikmati segala romansanya…
Provinsi Sulawesi Selatan dibentuk tahun 1964. Sebelumnya Sulawesi Selatan tergabung dengan Sulawesi Tenggara di dalam Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara. Pembentukan provinsi ini berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964
Periode terpenting sejarah Sulawesi Selatan adalah pada abad ke 14. Pada saat itu berdiri kerajaan-kerajaan yang cukup terkenal, seperti Kerajaan Luwu di bawah pemerintahan dinasti Tomanurung Simpuru Siang, Kerajaan Gowa, Kerajaan Bone di bawah dinasti ManurungE, Kerajaan Soppeng di bawah pemerintahan Raja To ManurungE ri Dekkannyili, dan Kerajaan Tallo dengan raja pertamanya KaraEng Loe ri Sero.
Pada tahun 1538, Gowa mulai bersentuhan dengan orang-orang Eropa. Pada tahun tersebut bangsa Portugis mendarat di Bandar Niaga Makassar dan menghadap Raja Gowa IX Tumapa'risi Kallona. Kadatangan bangsa Eropa ini selain untuk tujuan berdagang juga melakukan penyebaran agama Katolik, misalnya dilakukan oleh Antonio de Payya yang menyebarkan Katolik di Parepare.
Pada tahun 1562 terjadi peperangan yang dahsyat antara kerajaan Bone dan Gowa. Raja Gowa menyerang Bone karena merasa telah dicampuri urusan dalam negerinya. Pada akhir perang, pasukan Bone berhasil memaksa pasukan Gowa mundur setelah melukai raja mereka. Kurang lebih dua tahun setelah peperangan tersebut, raja Gowa Tunipallangga kembali menyerang Bone. Namun dalam peperangan, raja Gowa jatuh sakit dan terpaksa mundur dan kembali ke Gowa. Dia meninggal dunia sesampainya di Gowa. Peperangan melawan Bone dilanjutkan oleh penerusnya, yaitu, I Tajibarani. Tajibarani akhirnya tewas dalam peperangan itu. Perang kemudian diakhiri dengan perundingan damai yang dikenal dengan "Ulukanaya ri Caleppa". Bone mendapat semua daerah di sebelah utara sungai Tangka, serta semua daerah di sebelah timur sungai WalanaE sampai di Ulaweng dan wilayah Cenrana.
KESENIAN SULAWESI SELATAN
Kesenian Sulawesi Selatan di kenal sebagai kebudayaan tinggi dalam konteks kekinian. Karena pada dasarnya, seni tidak hanya menyentuh aspek bentuk (morfologis), tapi lebih dari itu dia mampu memberikan konstribusi psikologis. Disamping memberikan kesadaran estetis, juga mampu melahirkan kesadaran etis. Diantara kedua nilai tersebut, tentunya tidak terlepas dari sejauhmana masyarakat kesenian (public art) mampu mengapresiasi dan menginterpretasikan makna dan simbol dari sebuah pesan yang dituangkan dalam karya seni.
Berbicara tentang estetika, seolah kita terjebak pada suatu narasi yang menghantarkan kita pada pemenuhan pelipur lara semata, misalnya: gaya hidup, hiburan dan relaksasi. Kita lupa bahwa seni merupakan variabel yang dapat membentuk kesadaran sosial sekaligus kesadaran religius masyarakat. Di Sulawesi Selatan, nilai kekhasan kesenian dapat dikatakan sebagai sebuah wasiat kebudayaan yang menggiring kita pada lokal values (kearifan). Dibutuhkan pelurusan makna seni melalui aspek keilmuan agar dia tidak terjebak dalam arus kepentingan politik dan industri semata.
Klasifikasi Masyarakat Seni
Arnold Hausser, seorang filosof sekaligus sosiolog seni asal Jerman mengindentifikasi bahwa masyarakat seni terbagi menjadi empat golongan. Yang pertama: Budaya Masyarakat Seni Elit, yaitu masyarakat seni intelektual yang banyak memberikan konstribusi perkembangan seni dalam suatu daerah. Masyarakat seni elit inilah yang banyak memberikan literature dan kajian holistik agar perkembangan seni dapat berjalan sesuai dengan konteks keilmuan, termasuk pakar kesenian, akademisi dan kritikus seni. Kedua: Budaya Masyarakat Seni Populer, yaitu masyarakat seni intelektual yang hanya mengedepankan kepentingan subjektifitas terhadap kebutuhan estetik yang berjalan sesuai dengan konteks (zaman). Masyarakat seni ini biasanya terdapat dari golongan mapan yang dis-orientasi seni, misalnya dokter, pengusaha, dan politikus. Ketiga: Budaya Masyarakat Seni Massa. Yaitu budaya masyarakat golongan menengah kebawah, biasanya golongan ini hanya mementingkan aspek kesenangan dan mudah larut dalam perkembangan peradaban. Dia senantiasa menikmati hidangan produk-produk kesenian tanpa memikirkan dampak akibatnya terhadap masyarakat luas. Dan yang keempat: Budaya Masyarakat Seni Rakyat. Masyarakat seni ini terbentuk secara spontanitas melalui kepolosan. Golongan ini juga senantiasa mempertahankan wasiat seni para leluhurnya. Dari sinilah budaya masyarakat seni elit memperoleh referensi dan inspirasi dalam memperkaya kajian kesenian dalam aspek kebudayaan.
KEBUDAYAAN SULAWESI SELATAN
Budaya Sulawesi Selatan Seni Kebudayaan Daerah Sulsel - Mengenal budaya propinsi Sulawesi Selatan berarti mengenal adat kebudayaan yang ada di seluruh daerah Sulawesi Selatan.
Di Sulsel terdapat Banyak suku/etnis tapi yang paling mayoritas ada 3 kelompok etnis yaitu Makassar, Bugis dan Toraja. DEmikian juga dalam pemakaian bahasa sehari-hari ke 3 etnis tersebut lebih dominan. Kebudayaan yang paling terkenal bahkan hingga ke luar negeri adalah budaya dan adat Tanah Toraja yang sangat khas dan sangat menarik.
Lagu daerah propinsi Sulawesi Selatan yang sangat populer dan sering dinyanyikan di antaranya adalah lagu yang berasal dari Makasar yaitu lagu Ma Rencong-rencong, lagu Pakarena serta lagu Anging Mamiri. Sedangkan lagu yang berasal dari etnis Bugis adalah lagu Indo Logo, serta lagu Bulu Alaina Tempe. Sedangkan lagu yang berasal dari Tana Toraja adalah lagu Tondo.
Untuk rumah tradisional atau rumah adat di propinsi Sulawesi Selatan yang berasal dari Bugis, Makassar dan Tana toraja dari segi arsitektur tradisional ke tiga daerah tersebut hampir sama bentuknya. Rumah-rumah adat tersebut dibangun di atas tiang-tiang sehingga rumah adat yang ada di sana mempunyai kolong di bawah rumahnya. Tinggi kolong rumah adat tersebut disesuaikan untuk tiap tingkatannya dengan status sosial pemilik rumah, misalnya apakah seorang raja, bangsawan, orang berpangkat atau hanya rakyat biasa.
Hampir semua masyarakat Sulsel percaya kalau selama ini penghuni pertama zaman prasejarah di Sulawesi Selatan adalah orang Toale. Hal ini di dasarkan pada temuan Fritz dan Paul Sarasin tentang orang Toale (orang-orang yang tinggal di hutan/penghuni hutan).
Salah satu upacara adat yang terkenal yang terdapat di Sulawesi Selatan ada di Tanah Toraja (Tator) Upacara adat tradisional tersebut bernama upacara Rambu Solo (merupakan upacara dukacita/kematian). Upacara Rambu Solo merupakan upacara besar sebagai ungkapan rasa dukacita yang sangat mendalam.
Beberapa tarian yang ada di sulawesi selatan :
tari Pakkarena
tari Angin Mamiri
tari Paddupa
Pakaian Daerah Sulsel : Bugis dan Makassar : Baju Bodo dan Jas Tutup, Baju La'bu
Lagu Daerah Silawesi Slatan : Angin Mamiri, Ma Rencong,
OBJEK WISATA TERKENAL DI SUL-SEL
Fort Rotterdam
Salah satu benda cagar berarsitektur Belanda yang dilindungi adalah bangunan yang ada didalam Benteng Rotterdam, benteng ini dibangun sebagai basis pertahanan dipinggir lautan Makassar. Pada tahun 1545 ditempat ini berdiri dengan kokoh benteng gaya arsitek setempat yaitu Kerajaan Gowa lalu kemudian dihancurkan oleh Belanda dan dibangunlah benteng baru yang dapat kita lihat sekarang, peristiwa tersebut dicatat dalam sejarah akibat adanya bentuk perjanjian Bungaya pada tahun 1667 yang didalangi oleh siasat Belanda. Sebagaian dari serpiha reruntuhan tmbok benteng tidak direnovasi dengan alasan sebagai alat pembanding dengan dinding yang direnovasi.
Pantai Losari
Keindahan pantai yang terletak di sebelah barat Makassar ini memang sungguh mempesona, terlebih ketika matahari terbenam di senja hari.
Semburat merah jingga dari mentari yang akan rebah di kaki cakrawala memantul pada laut di hadapan pantai Losari, membawa nuansa dan pesona tersendiri bagi yang menyaksikannya. Beberapa perahu nelayan kecil nampak di kejauhan, kian memperkaya warna senja yang luruh di sana. Dan debur ombak yang menerpa lembut tanggul pantai bagaikan musik syahdu yang membawa suasana terasa kian sentimental diiringi hembusan angin sepoi-sepoi dari arah laut. Banyak fotografer yang mengabadikan kejadian ini untuk menyimpan kenangan keindahannya, akan senyum senja Pantai Losari., dan mungkin juga tempat curhat muda mudi , santai keluarga di Pantai Losari.
Pantai yang juga merupakan landmark Kota Makassar ini memang menawarkan keindahan yang sangat eksotis, terutama saat menyaksikan pemandangan matahari terbenam ketika petang menjelang.
Dahulu , sejumlah pedagang makanan bertenda berderet sepanjang kurang lebih satu kilometer di pesisir Pantai Losari. Sampai-sampai ada yang sempat menjuluki sebagai “meja makan terpanjang di dunia”. Hidangan yang disajikan pun sangat beragam, namun kebanyakan didominasi oleh makanan laut dan ikan bakar.
Salah satu hidangan khas dan unik di Pantai Losari adalah Pisang Epe’. Jenis makanan ini berupa pisang mentah dibakar, lalu dibuat pipih kemudian diberi kuah air gula merah. Untuk menambah aroma dan kenikmatan, biasanya sang penjual menambahkan durian pada campuran kuah gula merah tadi. Inilah makanan favorit saya sembari menikmati semilir angin senja yang sejuk membelai tubuh.
Saat ini warung-warung tenda yang menjajakan makanan laut tersebut telah dipindahkan ke sebuah tempat di depan rumah jabatan Walikota Makassar yang juga masih berada di sekitar Pantai Losari.
Seusai menikmati senja, tak usah risau untuk mencari tempat mengisi perut yang lapar. Dengan hanya berjalan kaki sekitar 5 menit dari Pantai Losari, anda akan menemukan pusat jajanan “tanah Anging Mammiri” di Pantai Laguna. Mulai sop konro, coto Makassar, sop Saudara, sop pallubasa, pallu mara dan ikan bakar, pisang epe, es pisang ijo, pallubutung, sari laut, bakso, nasi goreng, mie kering dan capcai bisa Anda temukan pada ratusan gerobak yang mangkal di sana. Harganya pun relatif murah
menikmati becak khas Makassar menyusuri sepanjang pinggir pantai. Sarana transportasi yang sudah hampir langka ini masih bisa kita jumpai di sana. Rasakan sensasi naik becak dengan kayuhan roda si “daeng” seraya menikmati hempasan angin lembut yang menerpa dari arah depan.
Pantai Losari tak hanya bergeliat di senja hari. Setiap minggu pagi, di sepanjang Jalan Penghibur yang tepat berada di pinggir pantai, ramai oleh orang yang berolahraga, mulai dari jogging, senam, bersepeda atau hanya sekadar jalan-jalan menikmati segarnya udara pagi. Berbagai jajanan dan aneka makanan tradisional tersedia, seperti bubur ayam, bubur kacang ijo, empek-empek Palembang, es pallubutung, es pisang ijo, soto ayam, gado-gado atau lontong sayur. Bagi Anda yang akan mencicipi tidak perlu merogoh kocek dalam-dalam, cukup dengan Rp 4000 sampai Rp 6000 per porsi untuk setiap hidangan sarapan pagi ini.
Tidak terlalu sulit untuk mencapai Pantai Losari karena tempat ini termasuk berada di pusat Kota Makassar. Sejumlah angkutan umum melintasi jalur Jalan Penghibur yang berada di pinggiran Pantai Losari. Sejak direnovasi pada 2006, Pantai Losari kian bersolek, semakin bersih dan indah, sebagai salah satu ikon andalan pariwisata Kota Makassar.
Jadi tak lengkap rasanya, bila anda ke Makassar tidak mampir ke Pantai Losari dan menikmati segala romansanya…
sumber :
wisatalaguna.wordpress.com
www.celebes-tourism.com
southcelebes.wordpress.com
KEBUDAYAAN ACEH
ASAL USUL KATA KEBUDAYAAN DAN SEJARAHNYA
Budaya atau kebudayaan berasal dari
bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari
buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan
budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture,
yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan.
Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture
juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan
politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya
seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan
dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya
diwariskan secara genetis.
Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup
menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek
budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya
ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
ASAL MULA NAMA ACEH
Aceh adalah nama sebuah Bangsa yang
mendiami ujung paling utara pulau sumatera yang terletak di antara
samudera hindia dan selat malaka.
Aceh merupakan sebuah nama dengan
berbagai legenda dan mitos , sebuah bangsa yang sudah dikenal dunia
internasional sejak berdirinya kerajaan poli di Aceh Pidie dan mencapai
puncak kejayaan dan masa keemasan pada zaman Kerajaan Aceh Darussalam di
masa pemerintahan Sulthan Iskandar Muda hingga berakhirnya kesulthanan
Aceh pada tahun 1903 di masa Sulthan Muhammad Daud Syah.
Dan walau dalam masa 42 tahun sejak
1903 s/d 1945 Aceh tanpa pemimpin, Aceh tetap berdiri dan terus berjuang
mempertahankan kemerdekaannya dari tangan Belanda dan Jepang yang
dipimpin oleh para bangsawan, hulubalang dan para pahlawan Aceh seperti
Tgk Umar, Cut Nyak Dhien dan lain-lain dan juga Aceh mempunyai andil
yang sangat besar dalam mempertahankan Nusantara ini dengan pengorbanan
rakyat dan harta benda yang sudah tak terhitung nilainya hingga Aceh
bergabung dengan Indonesia karena kedunguan dan kegoblokan Daud Beureueh
yang termakan oleh janji manis dan air mata buaya Soekarno.
Banyak sekali tentang mitos tentang nama Aceh, Berikut beberapa mitos tentang nama Aceh :
1. Menurut H. Muhammad Said (1972),
sejak abad pertama Masehi, Aceh sudah menjadi jalur perdagangan
internasional. Pelabuhan Aceh menjadi salah satu tempat singgah para
pelintas. Malah ada di antara mereka yang kemudian menetap. Interaksi
berbagai suku bangsa kemudian membuat wajah Aceh semakin majemuk. Sepeti
dikutip oleh H.M. Said (Pengarang Buku Aceh Sepanjang Abad) catatan
Thomas Braddel yang menyebutkan, di zaman Yunani, orang-orang Eropa
mendapat rempah-rempah Timur dari saudagar Iskandariah, Bandar Mesir
terbesar di pantai Laut Tengah kala itu. Tetapi, rempah-rempah tersebut
bukanlah asli Iskandariah, melainkan mereka peroleh dari orang Arab
Saba.Orang-orang Arab Saba mengangkut rempah-rempah tersebut dari
Barygaza atau dari pantai Malabar India dan dari pelabuhan-pelabuhan
lainnya. Sebelum diangkut ke negeri mereka, rempah-rempah tersebut
dikumpulkan di Pelabuhan Aceh.
2. Raden Hoesein Djajadiningrat dalam
bukunya Kesultanan Aceh (Terjemahan Teuku Hamid, 1982/1983) menyebutkan
bahwa berita-berita tentang Aceh sebelum abad ke-16 Masehi dan mengenai
asal-usul pembentukan Kerajaan Aceh sangat bersimpang-siur dan
terpencar-pencar.
3. HM. Zainuddin (1961) dalam bukunya
Tarich Aceh dan Nusantara, menyebutkan bahwa bangsa Aceh termasuk dalam
rumpun bangsa Melayu, yaitu; Mantee (Bante), Lanun, Sakai Jakun, Semang
(orang laut), Senui dan lain sebagainya, yang berasal dari negeri Perak
dan Pahang di tanah Semenanjung Melayu.Semua bangsa tersebut erat
hubungannya dengan bangsa Phonesia dari Babylonia dan bangsa Dravida di
lembah sungai Indus dan Gangga, India. Bangsa Mante di Aceh awalnya
mendiami Aceh Besar, khususnya di Kampung Seumileuk, yang juga disebut
Gampong Rumoh Dua Blah. Letak kampung tersebut di atas Seulimum, antara
Jantho danTangse. Seumileuk artinya dataran yang luas. Bangsa Mante
inilah yang terus berkembang menjadi penduduk Aceh Lhee Sagoe (di Aceh
Besar) yang kemudian ikut berpindah ke tempat-tempat lainnya. Sesudah
tahun 400 Masehi, orang mulai menyebut ”Aceh” dengan sebutan Rami atau
Ramni. Orang-orang dari Tiongkok menyebutnya lan li, lanwu li, nam wu
li, dan nan poli yang nama sebenarnya menurut bahasa Aceh adalah Lam
Muri. Sementara orang Melayu menyebutnya Lam Bri (Lamiri). Dalam catatan
Gerini, nama Lambri adalah pengganti dari Rambri (Negeri Rama) yang
terletak di Arakan (antara India Belakang dan Birma), yang merupakan
perubahan dari sebutan Rama Bar atau Rama Bari.
4. Rouffaer, salah seorang penulis
sejarah, menyatakan kata al Ramni atau al Rami diduga merupakan lafal
yang salah dari kata-kata Ramana. Setelah kedatangan orang portugis
mereka lebih suka menyebut orang Aceh dengan Acehm.
5. Sementara orang Arab menyebutnya
Asji. Penulis-penulis Perancis menyebut nama Aceh dengan Acehm, Acin,
Acheh ; orang-orang Inggris menyebutnya Atcheen, Acheen, Achin.
Orang-orang Belanda menyebutnya Achem, Achim, Atchin, Atchein, Atjin,
Atsjiem, Atsjeh, dan Atjeh. Orang Aceh sendiri, kala itu menyebutnya
Atjeh.
6. Informasi tentang asal-muasal nama
Aceh memang banyak ragamnya. Dalam versi lain, asal-usul nama Aceh lebih
banyak diceritakan dalam mythe, cerita-cerita lama, mirip dongeng. Di
antaranya, dikisahkan zaman dahulu, sebuah kapal Gujarat (India)
berlayar ke Aceh dan tiba di Sungai Tjidaih (baca: ceudaih yang bermakna
cantik, kini disebut Krueng Aceh).Para anak buah kapal (ABK) itu pun
kemudian naik ke darat menuju Kampung Pande. Namun, dalam perjalanan
tiba-tiba mereka kehujanan dan berteduh di bawah sebuah pohon. Mereka
memuji kerindangan pohon itu dengan sebutan, Aca, Aca, Aca, yang artinya
indah, indah, indah. Menurut Hoesein Djajadiningrat, pohon itu bernama
bak si aceh-aceh di Kampung Pande (dahulu),Meunasah Kandang. Dari kata
Aca itulah lahir nama Aceh.
7. Dalam versi lain diceritakan
tentang perjalanan Budha ke Indo China dan kepulauan Melayu. Ketika sang
budiman itu sampai di perairan Aceh, ia melihat cahaya aneka warna di
atas sebuah gunung. Ia pun berseru “Acchera Vaata Bho” (baca: Acaram
Bata Bho, alangkah indahnya). Dari kata itulah lahir nama Aceh. Yang
dimaksud dengan gunung cahaya tadi adalah ujung batu putih dekat Pasai.
8. Dalam cerita lain disebutkan, ada
dua orang kakak beradik sedang mandi di sungai. Sang adik sedang hamil.
Tiba-tiba hanyut sebuah rakit pohon pisang. Di atasnya tergeletak
sesuatu yang bergerak-gerak. Kedua putri itu lalu berenang dan
mengambilnya. Ternyata yang bergerak itu adalah seorang bayi. Sang kakak
berkata pada adiknya “Berikan ia padaku karena kamu sudah mengandung
dan aku belum. ”Permintaan itu pun dikabulkan oleh sang adik. Sang kakak
lalu membawa pulang bayi itu ke rumahnya. Dan, ia pun berdiam diri di
atas balai-balai yang di bawahnya terdapat perapian (madeueng) selama 44
hari, layaknya orang yang baru melahirkan. Ketika bayi itu diturunkan
dari rumah, seisi kampung menjadi heran dan mengatakan: adoe nyang mume,
a nyang ceh (Maksudnya si adik yang hamil, tapi si kakak yang
melahirkan).
9. Mitos lainnya menceritakan bahwa
pada zaman dahulu ada seorang anak raja yang sedang berlayar, dengan
suatu sebab kapalnya karam. Ia terdampar ke tepi pantai, di bawah
sebatang pohon yang oleh penduduk setempat dinamaipohon aceh. Nama pohon
itulah yang kemudian ditabalkan menjadi nama Aceh.
10. Talson menceritakan, pada suatu
masa seorang puteri Hindu hilang, lari dari negerinya, tetapi abangnya
kemudian menemukannya kembali di Aceh. Ia mengatakan kepada penduduk di
sana bahwa puteri itu aji, yang artinya ”adik”. Sejak itulah putri itu
diangkat menjadi pemimpin mereka, dan nama aji dijadikan sebagai nama
daerah, yang kemudian secara berangsur-angsur berubah menjadi Aceh.
11. Mitos lainnya yang hidup di
kalangan rakyat Aceh, menyebutkan istilah Aceh berasal dari sebuah
kejadian, yaitu istri raja yang sedang hamil, lalu melahirkan. Oleh
penduduk saat itu disebut ka ceh yang artinya telah lahir. Dan, dari
sinilah asal kata Aceh.
12. Kisah lainnya menceritakan tentang
karakter bangsa Aceh yang tidak mudah pecah. Hal ini diterjemahkan dari
rangkaian kata a yang artinya tidak, dan ceh yang artinya pecah. Jadi,
kata aceh bermakna tidak pecah.
13. Di kalangan peneliti sejarah dan
antropologi, asal-usul bangsa Acehadalah dari suku Mantir (Mantee,
bahasa Aceh) yang hidup di rimba raya Aceh. Suku ini mempunyai ciri-ciri
dan postur tubuh yang agak kecil dibandingkan dengan orang Aceh
sekarang. Diduga suku Manteu ini mempunyai kaitan dengan suku bangsa
Mantera di Malaka, bagian dari bangsa Khmer dari Hindia Belakang.
7 KOMPONEN BUDAYA :
1. Macam-Macam Bahasa Aceh
- Bahasa Aceh
Diantara bahasa-bahasa daerah yang
terdapat di provinsi NAD, bahasa Aceh merupakan bahasa daerah terbesar
dan yang paling banyak penuturnya, yakni sekitar 70 % dari total
penduduk provinsi NAD. Penutur bahasa Aceh tersebar di wilayah pantai
Timur dan Barat provinsi NAD. Penutur asli bahasa Aceh adalah mereka
yang mendiami kabupaten Aceh Besar, kota Banda Aceh, kabupaten Pidie,
kabupaten Aceh Jeumpa, kabupaten Aceh Utara, kabupaten Aceh Timur,
kabupaten Aceh Barat dan kota Sabang. Penutur bahasa Aceh juga terdapat
di beberapa wilayah dalam kabupaten Aceh Selatan, terutama di wilayah
Kuala Batee, Blang Pidie, Manggeng, Sawang, Tangan-tangan, Meukek,
Trumon dan Bakongan. Bahkan di kabupaten Aceh Tengah, Aceh Tenggara dan
Simeulue, kita dapati juga sebahagian kecil masyarakatnya yang berbahasa
Aceh. Selain itu, di luar provinsi NAD, yaitu di daerah-daerah
perantauan, masih ada juga kelompok-kelompok masyarakat Aceh yang tetap
mempertahankan bahasa Aceh sebagai bahasa ibu mereka. Hal ini dapat kita
jumpai pada komunitas masyarakat Aceh di Medan, Jakarta, Kedah dan
Kuala Lumpur di Malaysia serta Sydney di Australia.
- Bahasa Gayo
Bahasa ini diyakini sebagai suatu
bahasa yang erat kaitannya dengan bahasa Melayu kuno, meskipun kini
cukup banyak kosakata bahasa Gayo yang telah bercampur dengan bahasa
Aceh. Bahasa Gayo merupakan bahasa ibu bagi masyarakat Aceh yang
mendiami kabupaten Aceh Tengah, sebagian kecil wilayah Aceh Tenggara,
dan wilayah Lokop di kabupaten Aceh Timur. Bagi kebanyakan orang di luar
masyarakat Gayo, bahasa ini mengingatkan mereka akan alunan-alunan
merdu dari syair-syair kesenian didong.
- Bahasa Alas
Bahasa ini kedengarannya lebih mirip
dengan bahasa yang digunakan oleh masyarakat etnis Karo di Sumatera
Utara. Masyarakat yang mendiami kabupaten Aceh Tenggara, di sepanjang
wilayah kaki gunung Leuser, dan penduduk di sekitar hulu sungai Singkil
di kabupaten Singkil, merupakan masyarakat penutur asli dari bahasa
Alas. Penduduk kabupaten Aceh Tenggara yang menggunakan bahasa ini
adalah mereka yang berdomisili di lima kecamatan, yaitu kecamatan Lawe
Sigala-Gala, Lawe Alas, Bambel, Babussalam, dan Bandar.
- Bahasa Tamiang
Bahasa Tamiang (dalam bahasa Aceh
disebut bahasa Teumieng) merupakan variant atau dialek bahasa Melayu
yang digunakan oleh masyarakat kabupaten Aceh Tamiang (dulu wilayah
kabupaten Aceh Timur), kecuali di kecamatan Manyak Payed (yang merupakan
wilayah bahasa Aceh) dan kota Kuala Simpang (wilayah bahasa campuran,
yakni bahasa Indonesia, bahasa Aceh dan bahasa Tamiang). Hingga kini
cita rasa Melayu masih terasa sangat kental dalam bahasa Tamiang.
- Bahasa Aneuk Jamee
Bahasa ini sering juga disebut
(terutama oleh penutur bahasa Aceh) dengan bahasa Jamee atau bahasa
Baiko. Di Kabupaten Aceh Selatan dan Aceh Barat Daya bahasa ini
merupakan bahasa ibu bagi penduduk yang mendiami wilayah-wilayah kantung
suku Aneuk Jamee. Di Kabupaten Aceh Barat Daya bahasa ini terutama
dituturkan di Susoh, sebagian Blang Pidie dan Manggeng. Kabupaten Aceh
Selatan merupakan daerah yang paling banyak dituturkan sebagai lingua
franca, antara lain Labuhan Haji, Samadua, Tapaktuan, dan Kluet Selatan.
Di luar wilayah Aceh Selatan dan Aceh Barat Daya, bahasa ini juga
digunakan oleh kelompok-kelompok kecil masyarakat di kabupaten Singkil
dan Aceh Barat, khususnya di kecamatan Meureubo (Desa Peunaga Rayek,
Ranto Panyang, Meureubo, Pasi Meugat, dan Gunong Kleng), serta di
kecamatan Johan Pahlawan (khususnya di desa Padang Seurahet). Bahasa
Aneuk Jamee adalah bahasa yang lahir dari asimilasi bahasa sekelompok
masyarakat Minang yang datang ke wilayah pantai barat-selatan Aceh
dengan bahasa daerah masyarakat tempatan, yakni bahasa Aceh. Sebutan
Aneuk Jamee (yang secara harfiah bermakna ‘anak tamu’, atau ‘bangsa
pendatang’) yang dinisbahkan pada suku/bahasa ini adalah refleksi dari
sikap keterbukaan dan budaya memuliakan tamu masyarakat aceh setempat.
Bahasa ini dapat disebut sebagai variant dari bahasa Minang.
- Bahasa Kluet
Bahasa Kluet merupakan bahasa ibu bagi
masyarakat yang mendiami daerah kecamatan Kluet Utara dan Kluet Selatan
di kabupaten Aceh Selatan. Informasi tentang bahasa Kluet, terutama
kajian-kajian yang bersifat akademik, masih sangat terbatas. Masyarakat
Aceh secara luas, terkecuali penutur bahasa Kluet sendiri, tidak banyak
mengetahui tentang seluk-beluk bahasa ini. Barangkali masyarakat penutur
bahasa Kluet dapat mengambil semangat dari PKA-4 ini untuk mulai
menuliskan sesuatu dalam bahasa daerah Kluet, sehingga suatu saat nanti
masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan buku-buku dalam bahasa Kluet
baik dalam bentuk buku pelajaran bahasa, cerita-cerita pendek, dan
bahkan puisi.
- Bahasa Singkil
Seperti halnya bahasa Kluet, informasi
tentang bahasa Singkil, terutama sekali dalam bentuk penerbitan, masih
sangat terbatas. Bahasa ini merupakan bahasa ibu bagi sebagian
masyarakat di kabupaten Singkil. Dikatakan sebahagian karena kita dapati
ada sebagian lain masyarakat di kabupaten Singkil yang menggunakan
bahasa Aceh, bahasa Aneuk Jamee, ada yang menggunakan bahasa Minang, dan
ada juga yang menggunakan bahasa Dairi (atau disebut juga bahasa
Pakpak) khususnya di kalangan pedagang dan pelaku bisnis di wilayah
Subulussalam. Selain itu masyarakat Singkil yang mendiami Kepulauan
Banyak, mereka menggunakan bahasa Haloban. Jadi sekurang-kurangnya ada
enam bahasa daerah yang digunakan sebagai bahasa komunisasi sehari-hari
diantara sesama anggota masyarakat Singkil selain bahasa Indonesia. Dari
sudut pandang ilmu linguistik, masyarakat Singkil adalah satu-satunya
kelompok masyarakat di provinsi NAD yang paling pluralistik dalam hal
penggunaan bahasa.
- Bahasa Haloban
Sebagaimana telah disinggung
sebelumnya, bahasa Haloban adalah salah satu bahasa daerah Aceh yang
digunakan oleh masyarakat di kabupaten Singkil, khususnya mereka yang
mendiami Kepulauan Banyak, terutama sekali di Pulau Tuanku. Bahasa ini
kedengarannya sangat mirip dengan bahasa Devayan yang digunakan oleh
masyarakat di pulau Simeulue. Jumlah penutur bahasa Haloban sangat
sedikit dan jika uapaya-upaya untuk kemajuan, pengembangan serta
pelestarian tidak segera dimulai, dikhawatirkan suatu saat nanti bahasa
ini hanya tinggal dalam catatan-catatan kenangan para peneliti bahasa
daerah.
- Bahasa Simeulue
Bahasa Simeulue adalah salah satu
bahasa daerah Aceh yang merupakan bahasa ibu bagi masyarakat di pulau
Simeulue dengan jumlah penuturnya sekitar 60.000 orang. Dalam penelitian
Morfologi Nomina Bahasa Simeulue, menemukan bahwa kesamaan nama pulau
dan bahasa ini telah menimbulkan salah pengertian bagi kebanyakan
masyarakat Aceh di luar pulau Simeulue: mereka menganggap bahwa di pulau
Simeulue hanya terdapat satu bahasa daerah, yakni bahasa Simeulue.
Padahal di kabupaten Simeulue kita jumpai tiga bahasa daerah, yaitu
bahasa Simeulue, bahasa Sigulai (atau disebut juga bahasa Lamamek), dan
bahasa Devayan. Ada perbedaan pendapat di kalangan para peneliti bahasa
tentang jumlah bahasa di pulau Simeulue. misalnya, mengatakan bahwa di
pulau Simeulue hanya ada satu bahasa, yaitu bahasa Simeulue. Akan tetapi
bahasa ini memiliki dua dialek, yaitu dialek Devayan yang digunakan di
wilayah kecamatan Simeulue Timur, Simeulue Tengah dan di kecamatan Tepah
Selatan, serta dialek Sigulai yang digunakan oleh masyarakat di wilayah
kecataman Simeulue Barat dan kecamatan Salang.
2. KARYA / SENI
Salah satu tradisi turun temurun yang
dilakukan oleh Rakyat Aceh adalah melakukan aktifitas lewat kesenian.
Seni yang dimaksud disini adalah kemampuan seorang atau sekelompok orang
untuk memnampilkan suatu hasil karya dihadapan orang lain. Dalam
konteks masyarakat Aceh dahulu, seseorang yang mempunyai nilai seni,
maka ia akan menjadi sosok yang akan menjadi perhatian. Dalam literature
keacehan, dikenal beberapa jenis kesenian Aceh diantaranya Zikee,
seudati, rukoen, rapai geleng, rapai daboeh, biola (mop-mop), saman,
laweut dan sebagainya. Sepintas lalu, kegiatan seni yang dilakukan
tersebut bertujuan untuk menghibur diri atau kelompok tertentu. Hal ini
dilakukan seperti dalam kegiatan resmi di istana raja, atau dalam dalam
perayaan acara tertentu.
Mengutip pendapat "Ismuha dalam buku
Bunga Rampai Budaya Nusantara", maka Kesenian Aceh secara umum terbagi
dalam seni tari, seni sastra dan cerita rakyat. Adapun ciri-ciri tari
tradisional Aceh antara lain; bernafaskan islam, ditarikan oleh banyak
orang, pengulangan gerak serupa yang relatif banyak, memakan waktu
penyajian yang relatif panjang, kombinasi dari tari musik dan sastra,
pola lantai yang terbatas, pada masa awal pertumbuhannya disajikan dalam
kegiatan khusus berupa upacara-upacara dan gerak tubuh terbatas (dapat
diberi variasi).
Kesenian Aceh dibalut dengan
nilai-nilai agama, sosial dan politik. Kenyataan ini dapat dilihat dalam
seni tari, seni sastra, seni teater dan seni suara. Selain itu seni
tari atau seni tradisional Aceh dipengarungi oleh Sosial budaya Aceh itu
sendiri. Seni Aceh dipengaruhi oleh latar belakng adat agama, dan latar
belakang cerita rakyat (mitos legenda). Seni tari yang berlatarbelakang
adat dan agama seperti tari saman, meuseukat, rapai uroh maupun rapai
geleng, Rampou Aceh dan seudati. Sementara seni yang berlatar belakang
cerita rakyat (mitos legenda) seperti tari phom bines dan ale tunjang.
Contoh kesenian :
1. Seni Lukis : Kaligrafi Arab
Seni kaligrafi Arab merupikan salah
satu kesenian yang ada dalam suku aceh. Melukis kaligrafi ini biasanya
dilukis di atas kanvas yang bertujuan sebagai hiasan dinding di dalam
rumah atau mesjid dengan melukiskan Asmaul Husna dan sebagainya.
Kesenian ini banyak terlihat pada berbagai ukiran mesjid, rumah adat,
alat upacara, perhiasan, dan sebagainya.
2. Seni Pahat : Memahat Rumah Adat dan Nisan
Seni pahat yang ada pada suku aceh
adalah memahat hiasan pada rumah adat atau nisan. Seni pahat yang
diaplikasikan pada rumah adat menunjukkan kepemilikan dan status sosial
pemiliknya. Sedangkan seni pahat yang diaplikasikan pada nisan
menunjukkan status sosial yang dikuburkan, dan juga memberikan informasi
nama dan tahun serta tanggal wafat dari tokoh yang dikuburkan.
3. Seni Musik : Rapai Geleng
Rapai geleng merupakan seni musik yang
dilakukan oleh tiga belas laki-laki/perempuan yang duduk berbanjar,
seperti duduk diantara dua sujud ketika melaksanakan shalat.
Masing-masing memegang alat tabuh sambil bernyanyi bersama. Antara musik
dan gerak yang dimainkan bersenyawa. Awalnya lambat, sedang, setelah
beberapa detik berubah cepat diiringi dengan gerakan kepala yang
digelengkan ke kiri dan kekanan. Mereka menepuk-nepuk tangan dan dada,
juga menepuk tangan dan paha. Ada yang bertindak sebagai pemain biasa,
syech dan aneuk dhiek.
4. Seni Tari : Tari Saman
Tarian ini merupakan salah satu media
untuk pencapaian dakwah. Tarian ini mencerminkan pendidikan, keagamaan,
sopan santun, kepahlawanan, kekompakan dan kebersamaan. dilakukan dalam
posisi duduk berbanjar dengan irama dan gerak yang dinamis. Suatu tari
dengan syair penuh ajaran kebajikan, terutama ajaran agama Islam.
3. TEKNOLOGI
Barang – Benda (Material Culture)
Alat-alat musik
a. Serune Kalee / Seruling Aceh
Serune Kalee merupakan instrumen
tradisional Aceh yang telah lama berkembang dan dihayati oleh masyarakat
Aceh. Biasanya alat musik ini dimainkan bersamaan dengan Rapai dan
Gendrang pada acara-acara hiburan, tarian, penyambutan tamu kehormatan.
Bahan dasar Serune Kalee ini berupa kayu, kuningan dan tembaga. Bentuk
menyerupai seruling bambu. Warna dasarnya hitam yang fungsi sebagai
pemanis atau penghias musik tradisional Aceh.
Serune Kalee bersama-sama
dengangeundrang dan Rapai merupakan suatu perangkatan musik yang dari
semenjak jayanya kerajaan Aceh Darussalam sampai sekarang tetap
menghiasi/mewarnai kebudayaan tradisional Aceh disektor musik.
b. Rapai / rebana
Rapai terbuat dari bahan dasar berupa
kayu dan kulit binatang. Bentuknya seperti rebana dengan warna dasar
hitam dan kuning muda. Sejenis instrumen musik pukul (percussi) yang
berfungsi pengiring kesenian tradisional.
c. Geundrang / gendang
Geundrang merupakan unit instrumen
dari perangkatan musik Serune Kalee. Geundrang termasuk jenis alat musik
pukul dan memainkannya dengan memukul dengan tangan atau memakai kayu
pemukul. Fungsi Geundrang nerupakan alat pelengkap tempo dari musik
tradisional etnik Aceh.
d. Tambo / tambur
Sejenis gendang yang termasuk alat
pukul. Tambo ini dibuat dari bahan Bak Iboh, kulit sapi dan rotan
sebagai alat peregang kulit. Tambo ini dimasa lalu berfungsi sebagai
alat komunikasi untuk menentukan waktu shalat/sembahyang dan untuk
mengumpulkan masyarakat ke Meunasah guna membicarakan masalah-masalah
kampung. Sekarang jarang digunakan (hampir punah) karena fungsinya telah
terdesak olah alat teknologi microphone.
e. Taktok Trieng
Taktok Trieng juga sejenis alat pukul
yang terbuat dari bambu. Alat ini berfungsi untuk mengusir burung
ataupun serangga lain yang mengancam tanaman padi. Jenis ini biasanya
diletakkan ditengah sawah dan dihubungkan dengan tali sampai ke dangau
(gubuk tempat menunggu padi di sawah).
f. Bereguh
Bereguh nama sejenis alat tiup terbuat
dari tanduk kerbau. Bereguh mempunyai nada yang terbatas, banyaknya
nada yang dapat dihasilkan Bereguh tergantung dari teknik meniupnya.
Fungsi dari Bereguh hanya sebagai alat komunikasi terutama apabila
berada dihutan/berjauhan9
tempat antara seorang dengan orang
lainnya. Sekarang ini Bereguh telah jarang dipergunakan orang,
diperkirakan telah mulai punah penggunaannya.
Rumah Adat : Rumoh Aceh
Rumah adat Aceh terbuat dari kayu
meranti dan berbentuk panggung mempunyai 3 serambi yaitu Seuranmoe Keu,
Rumah Inong dan Seuramoe Likot.
Seni / Ragam Hias : Pilin Berganda
Seni hias Aceh umumnya mamakai
bentuk-bentuk ilmu ukur, tumbuh- tumbuhan atau ruang angkasa (kosmos).
Ragam Pilin berganda terdiri dari susunan huruf S berdasarkan ilmu ukur.
Seni ukir dan seni tenun Aceh menggunakan bentuk tumbuhan.
Pakaian Adat
Pakaian adat yang dikenakan pria Aceh
adalah baju jas dengan leher tertutup, celana panjang yang disebut cekak
musang dan kain sarung yang disebutpendua. Kopiah yang dipakainya
disebut makutup dan sebilah rencong terselip di depan perut. Wanitanya
memakai baju sampai ke pinggul, celana panjang cekak musang serta kain
sarung sampai ke lutut. Perhiasan yang dipakai berupa kalung yang
disebutkula,pending, gelang tangan dan gelang kaki. Pakaian ini
dipergunakan untuk keperluan upacara pernikahan.
Senjata
Rencong adalah senjata tradisional
yang dipakai oleh hampir setiap penduduk Aceh. Wilahan rencong terbuat
dari besi dan biasanya bertuliskan ayat-ayat Al-Qur'an. Selain rencong,
suku Aceh juga menggunakan, reuduh, keumeurah paneuk, peudang,
dantameung. Senjata-senjata tersebut umumnya dibuat sendiri.
4. MATA PENCAHARIAN
Setiap orang untuk yang hidup
memerlukan makanan untuk menyambung hidupnya. Dalam suku aceh, untuk
mendapatkan makanan sebagian besar dari mereka bekerja sebagai petani
dan beternak. Namun, masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai pada
umumnya menjadi nelayan, dan tidak sedikit juga yang berdagang.
Mata pencaharian pokok suku aceh
adalah bertani di sawah dan ladang dengan tanaman pokok berupa padi,
cengkeh, lada, pala, kelapa dan lain-lain. Disamping bertani, masyarakat
suku aceh juga ada yang beternak kuda, kerbau, sapi dan kambing yang
kemudian untuk dipekerjakan di sawah atau di jual.
Untuk masyarakat yang hidup di
sepanjang pantai, umumnya mereka menjadi nelayan dengan mencari ikan
yang kemudian untuk menu utama makanan sehari-hari atau dijual ke pasar.
Bagi masyarakat yang berdagang, mereka melakukan kegiatan berdagang
secara tetap (baniago), salah satunya dengan menjajakan barang
dagangannya dari kampung ke kampung.
5. SISTEM AGAMA
Suku Aceh adalah pemeluk agama islam
dan mereka tidak mengenal dewa- dewa. Kepercayaan agama lainnya hanya
berkembang di kalangan para pedagang. Aceh termasuk salah satu daerah
yang paling awal menerima agama Islam. Oleh 10 sebab itu propinsi ini
dikenal dengan sebutan "Serambi Mekah", maksudnya "pintu gerbang" yang
paling dekat antara Indonesia dengan tempat dari mana agama tersebut
berasal. Meskipun demikian kebudayaan asli suku Aceh tidak hilang begitu
saja, sebaliknya beberapa unsur kebudayaan setempat mendapat pengaruh
dan berbaur dengan kebudayaan Islam. Dengan demikian kebudayaan hasil
akulturasi tersebut melahirkan corak kebudayaan Islam-Aceh yang khas.
Simbol yang digunakan pada suku aceh
adalah rencong, karena gagangnya yang melelekuk kemudian menebal pada
bagian sikunya merupakan huruf hijaiyah ”BA”, gagang tempat genggaman
berbentuk huruf hijaiyah ”SIN”, bentuk lancip yang menurun kebawah pada
pangkal besi dekat gagangnya merupakan huruf hijaiyah ”MIM”, lajur besi
dari pangkal gagang hingga dekat ujungnya merupakan huruf hijaiyah
”LAM”, dan ujung yang runcing sebelah atas mendatar dan bagian bawah
yang sedikit melekuk ke atas merupakan huruf hijaiyah ”HA”. Dengan
demikian rangkaian dari huruf tersebut mewujudkan kalimat ”BISMILLAH”.
Ini berkaitan dengan jiwa kepahlawanan dalam bentuk senjata perang untuk
mempertahankan agama Islam dari penjajahan orang yang anti Islam.
Mitos yang terdapat di dalam suku aceh
adalah memelihara burung hantu. Karena orang-orang suku aceh meyakini
bahwa jika salah satu diantara mereka memelihara burung hantu, berarti
orang tersebut sedang menyekutukan Allah SWT. Sebab, suara kukukan
burung hantu adalah pertanda untuk memanggil makhluk- makhluk gaib.
Di dalam suku aceh terdapat beberapa
ritual agama, yaitu intat bu pada saat ibu sedang hamil, peutron aneuk
pada saat bayi sudah lahir, danpeus ijuek. Intat bu adalah ritual yang
dilakukan untuk wanita hamil dengan memasak makanan yang disukai oleh
wanita tersebut. Peutron Aneuk adalah ritual untuk bayi yang baru lahir
dengan memberikan cermin kepada bayinya agar anaknya menjadi ganteng
atau cantik, memberikan madu dibibir agar anaknya terlihat manis oleh
semua orang. Peusijuk adalah ritual untuk anak yang baru disunat dengan
memercikan air dari danau laut tawar dengan campuran bunga 7 rupa
menggunakan 7 helai daun pandan, kemudian disebarkan beras yang sudah
ditumbuk menjadi tepung ke anak yang baru disunat. Ritual ini bertujuan
agar Allah SWT memberikan keberkatan dan rezeki kepada anak tersebut.
Masyarakat suku aceh sangat
mempercayai dan meyakini akan ajaran agama Islam. Mereka memegang teguh
keyakinan tersebut. Di samping itu, mereka sangat menghormati dan
menghargai para Ulama sebagai pewaris para Nabi. Sehingga ketundukan
ulama melebihi ketundukan pada para raja.
6. ORGANISASI SOSIAL
Status
Pada masa lalu masyarakat suku Aceh mengenal beberapa lapisan sosial. Di antaranya ada empat golongan masyarakat, yaitu :
• golongan keluarga sultan : keturunan
bekas sultan-sultan yang pernah berkuasa. Panggilan yang lazim untuk
keturunan sultan ini adalah ampon, dan cut.
• golongan ulee balang : keturunan dari golongan keluarga sultan. Biasanya mereka bergelar Teuku.
• golongan ulama : keturunan pemuka agama. Biasanya mereka bergelar Teungku atau Tengku.
• golongan rakyat biasa : keturunan suku aceh biasa.
Sistem organisasi sosial suku Aceh
tidak begitu terlihat lagi bila di bandingkan dengan zaman kemerdekaan.
Pelapisan sosial yang terdapat di Aceh pada zaman sebelum merdeka lebih
di dasarkan oleh faktor keturunan. Setelah kemerdekaan dasar - dasar
pelapisan sosial mulai bergeser dan berubah polanya. Secara umum
pelapisan sosial suku Aceh sekarang sebagai berikut:
• Golongan penguasa : terdiri penguasa pemerintah dan penguasa pegawai negri.
• Golongan hartawan : terdiri dari pedagang besar, pemilik perkebunan, dan pemilik ternak.
• Golongan rakyat : terdiri dari petani miskin, nelayan, buruh, dan pegawai rendahan.
Sistem Keluarga
Dalam sistem keluarga, bentuk
kekerabatan yang terpenting adalah keluarga inti dengan prinsip
keturunan bilateral. Adat menetap sesudah menikah bersifat matrilokal.
Sedangkan anak merupakan tanggung jawab ayah sepenuhnya.
Pernikahan
Dalam sistem pernikahan tampaknya
terdapat kombinasi antara budaya Minangkabau dan Aceh. Garis keturunan
diperhitungkan berdasarkan prinsip bilateral, sedangkan adat menetap
sesudah nikah adalah uxorilikal. Kerabat pihak ayah mempunyai kedudukan
yang kuat dalam hal pewarisan dan perwalian, sedangkan ninik mamak
berasal dari kerabat pihak ibu. Kelompok kekerabatan yang terkecil
adalah keluarga inti yang disebut rumoh tanggo. Ayah berperan sebagai
kepala keluarga yang mempunyai kewajiban memenuhi kebutuhan
keluarganya.Tanggung jawab seorang ibu yang utama adalah mengasuh anak
dan mengatur rumah tangga.
Sistem politik dan pemerintahan
Bentuk kesatuan hidup setempat yang
terkecil disebut gam pong yang dikepalai oleh seorang geucik atau kecik.
Dalam setiap gampong ada sebuah meunasah yang dipimpin seorang imeum
meunasah. Kumpulan dari beberapa gampong disebut mukim yang dipimpin
oleh seorang imam mukim. Kehidupan sosial dan keagamaan di setiapgam
pong dipimpin oleh pemuka- pemuka adat dan agama, mengurusi masalah -
masalah keagamaan, seperti hukum atau syariat Islam dikenal sebagai
pemimpin keagamaan atau masuk kelompok elite religius. Oleh karena itu,
para ulama ini mengurusi hal-hal yang menyangkut keagamaan, maka mereka
haruslah Ureung Nyang Malem. Dengan demikian tentunya sesuai dengan
predikat / sebutan ulama itu sendiri, yang berarti para ahli ilmu atau
para ahli pengetahuan. Adapun golongan atau kelompok ulama ini dapat
disebutkan, yaitu Imam Mukim, Qadli, Teungku / teuku.
7. SISTEM PENGETAHUAN
Suku Aceh memiliki sistem pengetahuan
yang mencangkup tentang fauna, flora, bagian tubuh manusia, gejala alam,
dan waktu. Mereka mengetahui dan memiliki pengetahuan itu dari dukun
dan orang tua adat.
Pengetahuan yang terdapat dalam suku
aceh, yaitu tentang tradisi bahasa tulisan yang ditulis dalam huruf
Arab-Melayu yang disebut bahasa Jawi atau Jawoe, Bahasa Jawi ditulis
dengan huruf Arab ejaan Melayu (gambar terlampir). Pada masa Kerajaan
Aceh banyak kitab ilmu pengetahuan agama, pendidikan, dan kesusasteraan
ditulis dalam bahasa Jawi. Pada makam-makam raja Aceh terdapat juga
huruf Jawi. Huruf ini dikenal setelah datangnya Islam di Aceh. Banyak
orang-orang tua Aceh yang masih bisa membaca huruf Jawi.
Kebudayaan di Sulawesi Utara
Kebudayaan di Sulawesi Utara. Selain
kaya akan sumber daya alam sulawesi utara juga kaya akan seni dan budaya
yang diwariskan oleh nenek moyang. Berbagai seni dan budaya dari
berbagai suku yang ada di provinsi sulawesi utara justru menjadikan
daerah nyiur melambai semakin indah dan mempesona. Berbagai pentas seni
dan budaya maupun tradisi dari nenek moyang memberikan warna tersendiri
bagi provinsi yang terkenal akan kecantikan dan ketampanan nyong dan
nona Manado.
Secara garis besar penduduk di Sulawesi Utara terdiri atas 3 suku besar yakni suku minahasa, suku sangihe dan talaud dan suku bolaang mongondow. Ketiga suku/etnis besar tersebut memiliki sub etnis yang memiliki bahasa dan tradisi yang berbeda-beda. Tak heran Provinsi Sulawesi Utara terdapat beberapa bahasa daerah seperti Toulour, Tombulu, Tonsea, Tontemboan, Tonsawang, Ponosakan dan Bantik (dari Suku Minahasa), Sangie Besar, Siau, Talaud (dari Sangihe dan Talaud) dan Mongondow, Bolaang, Bintauna, Kaidipang (dari Bolaang Mongondow)
Propinsi yang terkenal akan semboyan torang samua basudara (kita semua bersaudara) hidup secara rukun dan berdampingan beberapa golongan agama seperti Kristen, Katolik, Islam, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu. Namun dari keaneka ragaman tersebut bahasa Indonesia masih menjadi bahasa pemersatu dari berbagai suku dan golongan.
Secara garis besar penduduk di Sulawesi Utara terdiri atas 3 suku besar yakni suku minahasa, suku sangihe dan talaud dan suku bolaang mongondow. Ketiga suku/etnis besar tersebut memiliki sub etnis yang memiliki bahasa dan tradisi yang berbeda-beda. Tak heran Provinsi Sulawesi Utara terdapat beberapa bahasa daerah seperti Toulour, Tombulu, Tonsea, Tontemboan, Tonsawang, Ponosakan dan Bantik (dari Suku Minahasa), Sangie Besar, Siau, Talaud (dari Sangihe dan Talaud) dan Mongondow, Bolaang, Bintauna, Kaidipang (dari Bolaang Mongondow)
Propinsi yang terkenal akan semboyan torang samua basudara (kita semua bersaudara) hidup secara rukun dan berdampingan beberapa golongan agama seperti Kristen, Katolik, Islam, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu. Namun dari keaneka ragaman tersebut bahasa Indonesia masih menjadi bahasa pemersatu dari berbagai suku dan golongan.
Berikut ini beberapa Kebudayaan di Sulawesi Utara
- Budaya mapalus. Mapalus merupakan sebuah tradisi budaya suku Minahasa dimana dalam mengerjakan segala sesuatu dilakukan secara bersama-sama atau gotong royong. Budaya mapalus mengandung arti yang sangat mendasar. Mapalus juga dikenal sebagai local Spirit and local wisdom masyarakat di Minahasa
- Perayaan tulude. Perayaan tulude atau kunci taong (kunci tahun) dilaksanakan pada setiap akhir bulan januari dan diisi dengan upacara adat yang bersifat keagamaan dimana ungkapan puji dan syukur terhadap sang pencipta oleh karena berkat dan rahmat yang telah diterima pada tahun yang telah berlalu sambil memohon berkat serta pengampunan dosa sebagai bekal hidup pada tahun yang baru
- Festival figura. Figura merupakan seni dan budaya yang diadopsi dari kesenian yunani klasik. Seni ini lebih dekat dengan seni pantomim atau seni menirukan laku atau watak dari seseorang tokoh yang dikenal atau diciptakan. Figura merupakan kesenian yang dapat menghadirkan dramaturgi pendek terhadap sosok atau perilaku tokoh-tokoh yang dianggap berperan dalam mengisi tradisi baik buruknya sosok dan watak seorang manusia. Oleh pemerintah kota Manado festival figura diselenggarakan dalam rangka pesta kunci taong layaknya perayaan tulude yang dilaksanakan oleh masyarakat sangihe
- Toa Pe Kong atau Cap go meh. Seperti didaerah lainnya, perayaan/upacara ini juga rutin dilaksanakan di Sulawesi Utara apa terlebih di Kota Manado. Upacara ini dimeriahkan dengan atraksi dari Ince Pia yakni seorang yang memotong-motong badan dan mengiris lidah dengan pedang yang tajam serta menusuk pipi dengan jarum besar yang tajam akan tetapi si Ince Pia tidak terluka ketika
- Pengucapan syukur. Pengucapan syukur merupakan tradisi masyarakat Minahasa yang mengucap syukur atas segala berkat yang telah Tuhan berikan. Biasanya pengucapan syukur dilaksanakan setelah panen dan dikaitkan dengan acara keagamaan untuk mensyukuri berkat Tuhan yang dirasakan terlebih panen yang dinikmati. Acara pengucapan syukur ini dilaksanakan setiap tahun oleh masyarakat suku Minahasa pada hari Minggu umumnya antara bulan Juni hingga Agustus. Saat pengucapan syukur hampir setiap keluarga menyediakan makanan untuk para tamu yang akan datang berkunjung apa terlebih makanan khas seperti nasi jaha dan dodol.








Tidak ada komentar:
Posting Komentar